Pada masa permulaan Islam, Rasulullah SAW. Pernah melarang ziarah kubur. Hal itu dimaksudkan agar keimanan dan ketauhidan yang masih baru tertanam di dalam jiwa umat Islam tidak mudah goyah. Dan, tidak mudah kembali kepada keyakinan jahiliyyah dengan segala ada istiadatnya.
Satu di antara adat jahiliyyah yang kental. Misalnya, kalau ada anggota keluarga yang meninggal. Mereka histeris menanggis bahkan menyobek-nyobek pakaian, dan perbuatan berlebihan yang lain. Hal-hal yang demikian banyak terbawa pada saat mereka berziarah kubur.
Namun kemudian, karena pentingnya ziarah kubur bagi yang diziarahi maupun yang menziarahi. Selain karena dasar-dasar keimanan umat telah semakin kokoh, maka larangan ziarah kubur itu dicabut untuk selamanya. Bahkan, ziarah kubur tersebut menjadi salah satu perintah syara’ atau agama.
Kadang, ada yang berpendapat bahwa doa secara umum maupun doa yang ditunjukan kepada orang yang sudah meninggal dapat dilakukan di masjid-masjid atau dimana saja. Apa lagi, masjid adalah tempat yang paling bagus dan bersih. Mengapa orang repot-repot ke kuburan mendoakan orang yang telah mati?
Jika perkataan yang demikian kita ikuti, berarti kita menghapus satu syari’at. Satu ajaran agama yang diberikan oleh Rasulkah SAW., yaitu syari’at Ziarah Kubur. Masjid Nabawi adalah tempat yang paling bagus, lebih mulia, dan lebih nyaman untuk berdoa dan beribadah. Akan tetapi, Rasullah sering berziarah kubur ke makam baqi’, mendoakan para ahli kubur di situ.
Nabi Muhammad berziarah ke makam baqi’ tidak hanya sekejap, melainkan dalam waktu yang lama. Dan itulah syari’at berziarah Kubur.
Sabda Rasullah SAW.
“memang, aku dulu melarang kamu berzuarah kubur. Akan tetapi, sekarang berziarah kuburlah kamu. Sebab, berziarah kubur itu dapat membuat jati tidak lengket dengan dunia, dan dapat mengigatkan kalaian kepada kehidupan ahirat. “( HR. Imam Ibnu Majjah dari Sahabat ibnu Mas’ud -Ibanah Al Ahkam, hlm. 259).
Sedangkan menurut Imam Ibnul Qoyim, dalam kitabnya Ighatsat al-lahfan menjelaskan bahwa menziarahi kubur orang muslim memiliki tiga macam manfaat, pertama yaitu untuk menginggatkan yang berziarah terhadap ahirat, seraya mengambil pelajaran dan i’itibar dari yang diziarahi. Kedua Bagi orang yang berziarah, ziarahnya tersebut akan di catat sebagai amal kebaikan karena ia telah mengikuti sunnah nabi tentang syari’at ziarah kubur. Ketiga selain itu, ia juga telah berbuat kebaikan kepada si mayit yang telah di ziarahi.
Jika yang berziarah saja dapat ampunan dan dicatat menjadi amal sholeh, apalagi yang diziarahi, tentu lebih utama haknya untuk diampuni. Sebab, dialah yang dimintakan ampunan kepada Allah SWT. (*)
Pendidik, Pejuang Keluarga