Suluk.ID
Thursday, August 21, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Beragama Menggunakan Akal di Tengah Pandemi

by Redaksi
May 29, 2020
in Ngilmu
Menggelar Sajadah atau Diterjang Orang Lewat
Share on Facebook

Beberapa hari terakhir gawai penulis dipenuhi status Whatsapp kawan –kawan alumni pesantren yang berisi dua hal. Pertama pernyataan tentang belajar menangani corona dari Aceh, pada intinya pesan pernyataan tersebut adalah untuk tetap memakmurkan Masjid dengan cara tetap berjamaah karena asumsinya virus Covid-19 tidak akan betah disuatu daerah yang rakyatnya memakmurkan Masjid. “Penyakit akan dijauhkan dari orang-orang yang memakmurkan masjid”.

Kedua tanpa mengurangi hormat penulis terhadap yang bersangkutan sebuah potongan video tentang seorang pemimpin majlis salawat dengan jamaah ribuan yang menyerukan agar tetap salat idul fitri berjamaah di masjid sambil secara tendensius mengeyampingkan orang-orang yang berjamaah dirumah dengan tujuan mengurangi potensi terpapar virus, baginya lebih baik makan opor daripada jamaah idul fitri di rumah.

Poin selanjutnya dari pernyataannya adalah mewajarkan perkumpulan Ijtima Ulama di Gowa Sulawesi Selatan beberapa waktu silam. Ia bercerita sambil mengimajinasikan percakapan dengan virus covid-19 bahwa mereka yang telak terkonfirmasi positif sebenarnya hanya mengidap flu biasa akibat kecapekan mengikuti padatnya acara.

Bagi saya kedua hal diatas mengandaikan cara berfikir yang sama yakni beragama tanpa akal,danial terhadap riset –riset medis dan fakta-fakta lapangan, pendeknya bisa dikatakan anti sains. Melanggengkan cara beragama demikian menurut pandangan penulis amat berbahaya.

Pertama karena agama sendiri kerap kali menyerukan umat muslim untuk senantiasa berfikir. Al-quran sendiri tidak kurang-kurangnya menggunakan berbagai derivasi kata ‘akal’ secara berulang –ulang. Demikan juga hadis dengan tegas mengatakan “Tak ada agama bagi orang yang tak punya (menggunakan) akal.”

Akal sendiri memang mengandung banyak konsep. Diantaranya ra’yu (penalaran indenpenden), nalar (rasio), akal budi (intuisi). Ketiga konsep tersebut berlaku silang-bidang meliputi fiqh,teologi-filsafat dan teosofi. Di masing-masing bidang setiap madzab ulama’ mempunyai porsi bergagam dalam menenempatkan akal itu sendiri.

Kedua ditengah situasi pandemi seperti ini mepertentangkan temuan sains dengan agama selain kurang bijak juga membahayakan umat muslim. Apalagi hal tersebut dilakukan oleh tokoh yang mempunyai ribuan umat. Tidak ada yang salah dengan jamaah salat ied di rumah, selain fiqh mengakomodir, toh tujuannya hifdzu an-nas (menjaga diri dari potensi kontak fisik dengan banyak orang). Bukannya orientasi fiqh terletak pada maqasid as-syariah?

Kasus Ijtima Ulama di Gowa Sulawesi Selatan yang menciptakan kluster besar harusnya menjadi bahan intropeksi (muhasabah) kita sebagai umat muslim untuk menahan diri dari ritual ibadah yang sifatnya menimbulkan konsentrasi massa.

Ini semata – mata sebagai bentuk ikhiar serta mengamalkan prinsip lil ikhtiyat (prinsip kehati-hatian) agar kita selamat dari virus yang belum ada vaksinnya ini bukan malah menyangkalnya dengan argumen-argumen yang tidak masuk akal dan anti sains.
Dalam kaidah fiqh dijelaskan tentang larangan membahayakan diri sendiri dan orang lain.

لا ضرر و لا ضرار

Salat berjamaah di masjid berpotensi membahayakan orang lain apalagi jika penyakit itu adalah covid-19. Kalian boleh menyangkal selagi tidak terkonfirmasi positif covid-19 masih aman salat di masjid. Masalahnya presentasi rapid test dan swab di negara kita jauh dari kata masif sehingga kita sebenarnya tidak benar tahu –tahu apakah kita bebas dari virus ini, belum lagi jamaah akan berbaur dengan orang-orang yang rentan jika terkena virus ini seperti usia di atas 60 tahun. Pun dalam kaidah fiqh juga terkenal dalil;

درء المفاسد أولى من جلب المصالح

“Menolak potensi bahaya (mudharat) itu lebih didahulukan daripada meraih manfaat.”
Ikut salat berjamaah seperti salat ied memang mendapatkan pahala namun juga berpotensi menimbulkan madharat berupa munculnya kluster baru covid-19 dan membahayakan jiwa manusia. Maka menolak madharat lebih didahulukan daripada ikut salat berjamaah.

Di tengah pandemi ini selain tetap menggunakan akal kritis kita, seyogyanya kita tidak perlu memperumit laku beragama karena agama Islam sendiri menghendaki kemudahan bagi pemeluknya.

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ

“Dan Allah tidaklah menjadikan kesempitan (kesulitan) atas kalian di dalam urusan agama” (QS. Al-Haj: 78)

Semoga kita semua dapat belajar dari pengalaman pengalaman di atas. Wallahu a’lam.

______________________________________

Artikel ini ditulis oleh Fathan Zainur Rosyid.
Personil Grup Hadrah Al-Muawanah Polorejo-Ponorogo.

Redaksi
Redaksi

Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan

Tags: IbadahPandemi
Previous Post

Kultur Sains dan Jalan Panjang Peradaban

Next Post

Hari Raya Idul Fitri di Desa Saat Covid Menghimpit

Related Posts

Memahami Tren Wacana Untuk Penyampaian Pesan Dakwah Islam

Memahami Tren Wacana Untuk Penyampaian Pesan Dakwah Islam

by Abdur Rohman Assidiis
August 19, 2025
0

Suluk.id, Akhir-akhir ini, dunia jagat maya sedang digencarkan oleh wacana perbincangan filsafat. Hal ini dipicu oleh salah satu sosok yang...

Memaknai Tiga Ekspresi Kemerdekaan

Memaknai Tiga Ekspresi Kemerdekaan

by Nur Aziz Muslim
August 9, 2025
0

Kemerdekaan bukan sekadar hanya bebas dari penjajahan secara fisik, akan tetapi harus dimaknai sebagai suatu keadaan yang disitu bebas dari...

Merangsang Guru PAI Gairah Berliterasi

Merangsang Guru PAI Gairah Berliterasi

by Mukani
July 29, 2025
0

Tradisi literasi di Indonesia masih perlu ditingkatkan karena masih jauh dibanding negara-negara lainnya. United Nations Education, Scientific and Cultural Organization...

AKULTURASI BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI DI LINGKUNGAN SOSIAL

AKULTURASI BUDAYA SEBAGAI PILAR MODERASI DI LINGKUNGAN SOSIAL

by elhimmah
July 18, 2025
0

Kehidupan masyarakat yang majemuk, perjumpaan budaya dan agama menjadi realitas yang tidak bisa dihindari. Sebut saja di Indonesia. Sebuah negeri...

Next Post

Hari Raya Idul Fitri di Desa Saat Covid Menghimpit

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

August 20, 2025
Tampilkan Dua Tumpeng Raksasa, Pawai Budaya Etnik Indonesia SMA Negeri 1 Jombang

Tampilkan Dua Tumpeng Raksasa, Pawai Budaya Etnik Indonesia SMA Negeri 1 Jombang

August 20, 2025
Sugeng Tindak KH Muhammad Thoifur Mawardi, Senyumnya Menyejukkan Ucapannya Menenangkan

Sugeng Tindak KH Muhammad Thoifur Mawardi, Senyumnya Menyejukkan Ucapannya Menenangkan

August 19, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025