suluk.id – Ahmad Supriyadi, sekretaris LP Ma’arif PCNU Tulungagung akhirnya menyandang gelar doktor manajemen pendidikan Islam setelah berhasil mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka, Selasa (19/07/2022). Ujian terbuka itu digelar di gedung pascasarjana UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Disertasinya membahas tentang moderasi beragama dalam upaya melawan radikalisme di sekolah.
“Untuk mengupayakan hal itu maka perlu komitmen penuh dari para stakeholder mulai dari yayasan, kepala sekolah, guru, siswa dan bahkan orang tua,’’ kata dia.
Menurut Supriyadi, radikalisme selalu memberi ancaman tentu perlu disikapi dengan hati – hati dan terukur. Ukuran itu tentu melalui adanya pembelajaran, pantauan dan penilaian kepada semua sivitas akademik disekolah. Khususnya peran kepala sekolah dalam mengawal moderasi beragama.
“Berkaitan dengan hal itu sebagai pemimpin pada institusi pendidikan, Kepala sekolah memiliki peran yang strategis dalam mengontrol seluruh aktivitas dalam lingkungan sekolah terutama yang berkaitan dengan pola pembinaan keagamaan yang salah satunya adalah menanamkan moderasi beragama di kalangan siswa,’’ katanya.
Dia menjelaskan, peran tersebut juga dilakukan oleh dua sekolah di wilayah matraman Jawa Timur, yaitu SMK NU Tulungagung dan SMK Islam Durenan di Trenggalek.
“Fokus riset saya itu tentang bagaimana gaya kepemimpinan kepala sekolah, bagaimana proses pembelajaran yang memuat moderasi beragamanya, dan bagaimana implementasi moderasi beragama di SMK NU Tulungagung dan SMK Islam 1 Durenan Trenggalek,’’ kata dia.
Pria yang juga dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung ini menjelaskan, metode dalam riset yang digunakan yakni kualitatif dengan model penelitian multisitus. Peneliti ingin melihat dua fenomena dari dua sekolah yang menerapkan moderasi beragama, meskipun penerapannya dilakukan secara tidak langsung. Teknik pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan mengumpukan dokumen yang berkaitan dengan penelitian seperti RPP, Silabus dan modul materi pembelajaran.
“Hasil dari penelitian ini adalah Gaya kepemimpinan di kedua sekolah di atas adalah sama – sama menginginkan bentuk kepemimpinan delegatif,’’ terangnya.
Sedangkan, proses pembelajaran dengan memasukkan nilai – nilai moderasi beragama cukup berhasil pada mata pelajaran keagamaan, namun untuk mata pelajaran sains bisa dilakukan dengan memberikan contoh tindakan positf dari guru kepada siswa dan membuka wawasan siswa dengan cara mengkaji fenomena viral terkait moderasi beragama.
“Implementasi penerapan moderasi beragama di kedua sekolah menggunakan alat ukur yang sama yaitu kognitif afektif dan psikomotor dimana hasilnya semuanya lulus dengan asumsi melebihi standar kelulusan yang ditentukan,” tandasnya. (*)
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan