Suluk.id – Bagi kalangan santri, terutama di sekitar daerah Mataraman (Kediri dan sekitarnya), nama Mbah Yai Ma’roef dari Kedunglo Kota Kediri, sangat terkenal. Beliau dikenal sebagai kiai yang ampuh dan mujarab doanya. Tentu tidak banyak orang seperti beliau. Bahkan banyak yang meyakini bahwa beliau adalah salah satu kekasih Allah, waliyyun min auliyaillah.
Akhir-akhir ini saya sering melihat postingan video ceramah KH. Nurul Huda Djazuli Ploso Kediri yang mana beliau menceritakan tentang keampuhan Mbah Ma’roef Kedunglo. Kiai Dah (sapaan yang akrab KH. Nurul Huda Djazuli) juga “buka kartu” kalau beliau diberi ijazah doa oleh Mbah Ma’roef ketika masih berumur sekitar 8 tahun.
Ketika itu beliau sowan ke Mbah Ma’roef diantar oleh gurunya di Ploso yang bernama Mbah Hayat. Mbah Ma’roef kemudian dawuh; jika Gus Dah hafal doa yang diberikan, maka akan alim tanpa tirakat macam-macam. Syukurlah Gus Dah bisa hafal langsung ijazah doa dari Mbah Ma’roef itu tanpa sebelumnya.
Mbah Hayat, guru Gus Dah, ternyata tidak ada hafal ijazah dari Mbah Ma’roef tersebut. Sementara sama-sama mendengarkan.
Banyak kisah tentang kehebatan Mbah Ma’roef yang diceritakan oleh para kiai dan beberapa di antaranya sudah terkenal dalam tulisan-tulisan. Dalam ceramah KH. Nurul Huda Djazuli di atas juga beliau menceritakan perihal keampuhan Mbah Ma’roef lainnya.
Satu ketika Mbah Ma’roef bepergian bersama H. Syakur, seorang kaya raya di Kediri yang suka dan dekat dengan ulama.
Ketika perjalanan di tengah hutan, Mbah Ma’roef tanya kepada H. Syakur; “Kur, munggohmu, bondo karo ngilmu iku manfaat ndi?”. H. Syakur jawab; “lha nggeh manfaat bondo toh yai”. “Ya sudah, terus terang saya sekarang sangat lapar dan sudah tidak tahan. Tolong carikan saya nasi untuk dimakan” begitu pinta Mbah Ma’roef dalam bahasa Jawa. Kata H. Syakur; mana mungkin di tempat-tempat seperti itu bisa ditemukan nasi. Lagipula tidak ada warung di tengah hutan itu.
Akhirnya Mbah Ma’roef langsung berdoa dan tidak berapa lama datanglah orang membawa ambeng (sepaket makanan) yang diberikan kepada Mbah Ma’roef.
Setelah itu Mbah Ma’roef tanya lagi kepada H. Syakur; “gimana, penting mana harta dengan ilmu?” “Kalau gini ya penting ilmu Mbah Yai ..” kata H. Syakur dengan tersenyum.
Keampuhan doa Mbah Yai Ma’roef memang luar biasa. Konon, Mbah Maimoen Zubair tiap khatam ngaji di Lirboyo, beliau pergi ke Kedunglo untuk minta doa kepada Mbah Ma’roef. Jarak Lirboyo ke Kedunglo memang tidak jauh, hanya sekitar 1,5 kilometer. Waktu itu, banyak sekali para santri, masyarakat, bahkan para kiai yang sowan kepada Mbah Ma’roef untuk minta ijazah atau minta didoakan secara langsung.
Mbah Ma’roef itu hebatnya, hingga beliau punya banyak istri. Ya tetap punya empat istri. Cuma kadang dicerai dan ganti lagi. Ini bukan karena beliau suka mengumbar nafsu, tapi karena biasanya para perempuan yang dinikahinya pertanyaan yang diminta dinikahi oleh Mbah Ma’roef agar punya keturunan dari beliau.
Seorang soleh yang dikagumi banyak orang. Cerita itu saya dapat dari KH. Imam Yahya Malik Kedunglo, salah satu cucu beliau. Bahkan konon istrinya hingga 22 orang. (jangan ditiru ya saudara-saudara)
Saya sendiri pernah diberi dua ijazah doa dari seorang kiai yang merupakan salah satu cucu dari Mbah Ma’roef. Dua ijazah yang dinisbatkan kepada Mbah Ma’roef itu -alhamdulillah- mujarab.
Salah satunya tentang doa mencari jodoh yang saya ceritakan di buku saya, Terompah Kiai. Tapi doa cari jodoh itu sekarang sudah tidak saya amalkan. Karena sudah berhasil. Saya tidak tahu kalau diamalkan lagi apa masih mujarab. Cuma saya tidak enak sama yang masih jomblo-jomblo. Hehe.

Penulis: Terompah Kiai, Pendidik dan Anggota LTN PC. NU Kab. Tuban