Ribut-ribut soal razia buku mengingatkan saya pada buku ini: “Al-Kitāb fi al-Hadhārah al-Islāmiyah (The Book in Islamic Civilization)”. Saya membelinya 2011 di Kairo. Tapi delapan tahun lebih buku ini hanya terpajang “murung” di rak. Waktu saya mengambilnya, ia terlihat “gembira” karena akhirnya Sang Tuan menyentuhnya juga.
Di Mukaddimah, Dr. Yahya Wahib al-Jubouri penulisnya, menegaskan beberapa poin, antara lain: umat Islam termasuk umat yang perhatiannya terhadap buku sangat tinggi. Tidak heran karena dalam Alquran cukup banyak ayat yang mendorong mereka mencintai ilmu.
Buku adalah ilmu; al-kitab huwa al-‘ilm. Baca saja al-‘Alaq: 1-5, al-Qalam: 1-2, al-‘Ankabut: 43, al-Zukhruf: 3, al-Baqarah: 266, al-Nahl: 44, al-Zumar: 9, al-Anbiya: 7, dan al-Mujadilah: 11.
Pada awalnya, istilah buku (kitab) itu untuk kitab suci. Yahudi dan Nasrani disebut Ahli Kitab. Quran disebut Kitab Allah. Kemudian berkembang, sebutan kitab berlaku atas apa saja yang tertulis. Ketika peradaban Islam lagi jaya, budaya menulis berkembang, buku-buku pun jadi melimpah.
Kodifikasi Hadis Nabi berpengaruh positif terhadap budaya menulis. Di era Abasiyah, ada geliat baru: menerjemah. Ini memantik lahirnya ilmu-ilmu baru yang berasal dari lintas bangsa: Yunani, Romawi, Persia dan India.
Pada masa al-Ma’mun, budaya buku dan literasi meluas sehingga mencakup aneka cabang ilmu; ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum. Buku tersebar di seluruh negeri Islam, rak-rak buku padat dengan karya-karya ilmuan, perpustakaan banyak berdiri, dan segala hal terkait buku: kertas, penjilidan, dan lainnya juga ikut semarak.
Namun bagian paling menarik dari buku “Al-Kitab fi al-Hadharah al-Islamiyah” ini ada di Bab Tujuh: Āfāt al-Kitāb; nestapa yang pernah menimpa buku dalam lintas peradaban Islam. Khazanah intelektual Islam yang amat kaya itu tidak luput dari musibah dan duka-nestapa.
Penyebabnya antara lain perang, fitnah (kekacauan keagamaan-sosial-politik), kebencian dan kejahilan. Selain itu ada pula penyebab berupa bencana alam: banjir, gempa, dan faktor cuaca. Beberapa peradaban sadar akan hal itu, lalu berinisiatif “menitipkan” jejak peradabannya pada pahatan, patung, dan tulisan pada batu dan logam.
Jubouri mencatat tidak kurang enam musibah yang pernah menimpa buku dalam peradaban Islam: pembakaran, penenggelaman, pencucian (penghapusan tulisan), pencurian (termasuk pengambilan paksa dan penjarahan), penguburan, dan penjualan dengan harga teramat murah.
Pembakaran buku besar-besaran pernah dilakukan bangsa Tatar (Tartar) di Negeri Islam (Baghdad) seiring tindak kekerasan mereka lainnya: pembunuhan dan penghancuran. Ibnu Batuta melaporkan bahwa mereka membunuh 24 ribu ilmuan. Dilaporkan juga, jumlah korban jiwa untuk kota Baghdad saja waktu itu mencapai 800 ribu lebih.
Dar al-Hikmah, Madrasah Nizamiah, Madrasah Mustanshiriah dan pusat-pusat kepustakaan Islam lainnya dihancurkan dan dibakar. Sebagiannya dibuang ke sungai Tigris. Saking menggunungnya buku yang dibuang ke sungai, sampai-sampai orang bisa menyeberang sungai di atas gunungan buku. Yang dibakar banyak lagi hingga api tidak juga padam untuk waktu yang lama.
Jubouri juga mencatat beberapa kejadian perampasan dan penyitaan buku-buku, baik oleh bangsa asing maupun oleh sesama orang Islam yang berlainan mazhab atau berseberangan haluan politik.
Tahun 449 H/1057 M misalnya, terjadi penjarahan atas perpustakaan kaum shufi di Alepo sebagai akibat fitnah (ketegangan) antara kaum Sunni dan Syiah.
Pada tahun 978 H/1570 M, orang-orang Spanyol menjarah perpustakaan Zaituna yang mengoleksi tidak kurang 30 ribu jilid buku di era Bani Hafsh. Yang selamat dari itu hanya beberapa naskah dari Shahih Bukhari.
Di sela-sela menulis kisah sedih terkait buku ini, ramai di medsos dan grup-grup WA tentang wafatnya Mbah Maimoen Zubair di Tanah Suci Mekkah. Sungguh kesedihan di atas kesedihan. Sedang menulis duka nestapa dan kesedihan yang pernah menimpa buku, dapat kabar salah satu “buku berjalan” dipanggil Sang Khalik.
Tempat terbaik untuk Mbah Moen di sisi-Nya. Alfatihah…
Terlahir sebagai orang “Perancis (Peranakan Ciamis),” Menamatkan SD, MTs dan MAN di Ciamis. Pernah mengajar di Pesantren Darussalam, Ciamis (1997-1998), menjadi penerjemah lepas naskah-naskah berbahasa Arab