Dalam rangka meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur’an sekaligus menyiapkan generasi pengajar yang kompeten di bidang tahsin dan tajwid, Komunitas Hanifa Darul Hidayah menyelenggarakan program Kelas Akselerasi Mu’allimul Qur’an. Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Nasional Pembibitan Mu’allimul Qur’an yang rutin dilaksanakan selama dua bulan yakni setiap hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad pukul 05.00–06.00 WIB (sesuai jadwal masing-masing peserta) secara daring melalui via Google Meet.
Kelas akselerasi ini bertujuan utama untuk meningkatkan dan menstandarkan bacaan Al-Qur’an para peserta, khususnya pada aspek penguatan pemahaman dan praktik ilmu tajwid. Tidak hanya berfokus pada teori, program ini juga menekankan pentingnya istima’ (memperdengarkan bacaan) dan koreksi langsung dari guru (mu’allim) agar setiap peserta benar-benar memahami letak kesalahan bacaannya, sesuatu yang sering kali luput tanpa bimbingan langsung.
Sesuai dengan prinsip kesempurnaan membaca Al-Qur’an yang digambarkan oleh Imam Ibnul Jazari dalam Manzhūmah al-Jazariyyah, setiap huruf Al-Qur’an harus diberikan hak dan mustahaqq-nya secara tepat baik sifat, makhraj, panjang-pendek (mad), maupun kejelasan suara. Hal ini menjadi fondasi dalam metode pembelajaran metode Hanifa yang dirancang secara terarah dan konseptual melalui buku panduan Nafahātu al-Rahmān fī Tahsīn Tilāwat al-Qur’ān.
Kegiatan diawali dengan doa bersama dan pembacaan Shalawat dari buku panduan, dilanjutkan dengan pengarahan teori oleh pendamping (Ustazah Aning) yang menyampaikan materi sesuai struktur buku. Peserta kemudian mengikuti contoh bacaan, yang dilanjutkan dengan sesi utama yakni tadarus dan koreksi bacaan oleh M’allim (Ustaz Fudzi). Dalam sesi ini peserta membaca Al-Qur’an satu persatu dan mendapatkan koreksi mendalam dari aspek tajwid dan fashahah.
Pada pertemuan kali ini fokus materi mencakup penguatan hukum Mad, khususnya Mad Thabi’i, Mad Wajib Muttashil, Mad Jaiz Munfashil, Mad Shilah Thawīlah (dikenal sebagai tanda layar satu dalam metode Hanifa), serta Mad Lāzim Mutsaqqal Kilmī dan Mukhaffaf Kilmī (tanda layar dua). Penekanan diberikan pada prinsip bahwa Mad harus dibaca melalui rongga mulut, bukan hidung, serta pentingnya menjaga keseimbangan panjang mad antar bacaan.
Sebagai contoh, Azza salah satu peserta membaca QS. Al-Baqarah ayat 24–25, dikoreksi pada kata waqūduhā al-nās, karena bacaan Mad-nya terdengar melalui rongga hidung, bukan mulut. Ia juga mendapat catatan pada kata ruziqnā karena qalqalah-nya kurang mantul, serta pada kata min qabl, di mana nun sukun belum cukup condong ke huruf qāf setelahnya. Koreksi serupa juga diberikan kepada peserta lainnya seperti Nana, Mega, dan Miranda sesuai dengan kualitas bacaan masing-masing.
Pembimbing juga menjelaskan bahwa dalam metode Hanifa, tanda Layar satu disarankan dibaca sepanjang lima harakat karena mengikuti riwayat Hafsh dari ‘Āshim, sedangkan tanda layar dua dibaca enam harakat. Ustaz Fudzi menegaskan kepada peserta untuk tidak berkecil hati jika mendapatkan banyak koreksi “Jangan minder ketika bacaan kalian mendapat catatan koreksi dari mu’allim. Jangan bangga pula yang tidak mendapatkan koreksi. Bisa jadi karena saking banyaknya kesalahan, Mu’allim bingung harus mulai dari mana. Justru yang ada salah bisa diperbaiki.”
Salah satu peserta, Azza, menyampaikan kesannya “Alhamdulillah metode Hanifa membuat belajar tahsin jadi Lebih terarah dan mendalam. Saya jadi sadar, hafalan saja tidak cukup—bacaan harus ditashihkan agar benar-benar sesuai kaidah. Koreksi dari mu’allim sangat membuka mata, dan istilah seperti tanda layar memudahkan saya memahami mad secara praktis. Metode Hanifa bukan sekadar belajar tajwid, tapi membentuk tanggung jawab terhadap bacaan AL-Qur’an.”
Ia pun berharap program ini bisa membawa manfaat lebih luas tidak hanya selesai pada penguatan bacaan tapi juga berlanjut ke tahap sertifikasi, menaqish, hingga menjadi muharrik yakni pelopor penyebaran bacaan Al-Qur’an yang benar di tengah masyarakat. Dengan semangat belajar yang tinggi dan sistem pembinaan yang terstruktur, program ini diharapkan menjadi model pembelajaran Al-Qur’an yang bukan hanya menekankan pada hafalan, tetapi juga memastikan kualitas bacaan yang benar, indah, dan bertanggung jawab secara sanad dan ilmu.
Penulis: Safira Azalia