Agar tidak “kepaten obor”, orang Jawa menyarankan agar menzarahi pusara leluhur: orangtua, kakek, buyut, dan seterusnya. Agar tahu asal dan jatidiri. Bulan perziarahan biasanya digelar pada Sya’ban, atau dalam kalender Jawa disebut Ruwah. Konon, Ruwah berasal dari istilah Arwah, jamaknya Ruh.
Di bulan Ruwah, menjelang Ramadan (Sasi Poso), digelar tradisi Nyadran alias Sadran atau ziarah ke makam leluhur, mendoakan arwah mereka sekaligus membersihkan pusaranya. Soal pusara alias makam, orang Jawa memang nggak bisa dipisahkan dari perkara ini.
Soal makam leluhur, orang Jawa memang sensitif. Di antara sebab musabab Perang Jawa adalah saat kompeni membangun jalan yang bakal melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro. Provokasi terselubung dari kompeni.
Jelas ini penghinaan. Demikian pula para korban pembangunan Waduk Kedungombo di tahun 1980-an. Mereka enggan direlokasi karena, di antara alasannya, nggak mau berpisah dengan makam para leluhurnya.
Ke manapun dan di manapun hidup, manakala pulang ke kampung kelahiran, seorang Jawa bisa langsung menziarahi pusara orangtua dan leluhurnya. Semacam terjadi prinsip bumerang: semakin keras dan jauh dilempar, semakin cepat berbalik. Bahkan, di antara yang dicurhatkan para eksil yang berdiaspora di Eropa pasca 1965, adalah kerinduan mereka terhadap keluarga serta makam leluhurnya.
Di kalangan santri, saya kira sama. Makam guru menjadi penanda identitas asal keilmuan dan awal pembentukan karakter. Jadi, jika ada santri lalu hilang identitas kesantriannya, biasanya salah satu faktornya tidak pernah menziarahi pusara guru-gurunya. Ibarat pasir, dia menjauh dari magnet lalu kehilangan daya tarik. Semakin menjauh, semakin melayang kena hempasan angin.
Jadi, kalau tetap ingin berada di poros yang telah digariskan oleh para guru kita, jangan pernah lupa memfatehahi beliau-beliau, dan pilih waktu terbaik menziarahi pusara beliau. Mendekat dengan magnet kita. Mendekat dengan cahaya, biar tidak kepaten obor.
——
Pusara Kiai Ma’ruf Mursyidi, Pengasuh PP. Darun Najaa, Jalen, Mlarak, Ponorogo;
Makam KH. Masroeri Abdurrahman, Pengasuh PP. Darul Falah, Ngrukem, Mlarak, Ponorogo;
Makam keluarga pengasuh PP. Darul Hikam, Joresan Mlarak Ponorogo.
Dosen