Suluk.ID
Saturday, June 21, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Pitutur

Makna Ngaji dan Alasan Tepat untuk Memilih Pesantren

by Refki Rusyadi
May 28, 2019
in Pitutur
Makna Ngaji dan Alasan Tepat untuk Memilih Pesantren
Share on Facebook

Saya ngantuk berat. Tapi diskusi siang itu membuat saya harus melawan rasan kantuk. Bagi saya, diskusi memang lebih berharga ketimbang urusan tidur. Saya berangkat. Diskusi pun mulai. Saya duduk di pojokan.

Diskusi telah selesai. Namun, pembahasan di ruang diskusi masih terus berlanjut. Dari diskusi itu saya sadar ada perluasan makna bagi sebuah diksi yang kini hadir di tengah-tengah kita dan mungkin tanpa kita sadari.

NGAJI. Sengaja saya cetak besar dan tebal agar tidak “kecil”. Di beberapa informasi baik ilmiah maupun yang belum ilmiah istilah ini awalnya lebih condong pada proses tradisi keagamaan saja. Contoh ngaji Alquran, ngaji kitab, ngaji Fikih dan semua hal yang beraroma wacana agama.

Tapi untuk saat ini istilah itu meluas ke ruang-ruang yang lebih bebas dan santai. Sering saya dan mungkin anda menemui tema atau judul seperti ngaji kebudayaan, ngaji ekonomi, ngaji filsafat, ngaji politik dan ngaji-ngaji lainnya.

Ini artinya menurut pengamatan saya yang sederhana ini, diksi ngaji sudah tidak sakral dan sempit lagi. Orang beramai-ramai menggaulinya dengan suka dan sadar.

Dahulu, mungkin diksi ngaji hanya dimiliki oleh kalangan pesantren. Apapun proses pembelajaran kitab di pesantren dialamatkan pada istilah ngaji.

Teringat keterangan dari guru yang pertama kali mengenalkan saya pada sebuah kitab kuning atau gundul yang bernama Ta’limu al-mutaallim sekitaran 2002-2006.

Mbah Khasun begitu para santri menyebutnya. Mungkin semua santri Njoresan Ponorogo pasti akrab dengan kyai sepuh yang satu ini. Saat itu, beliau sedang ngajar di Masjid. Kitab yang dipegang dibaca dengan khas suaranya.

Para santri dengan tekun memaknai kitab kuning itu. Ada yang tertatih-tatih, ada yang sudah lihai.

“Le…ngaji kui asal katane Kaji/mengkaji. Maksutipun, dalam ngelampahi ngaji kui enek proses nelaah teks/kalimat ingkang sedang di perbincangkan. Mulo kui aktifitas ngaji enek proses maknani sekaligus ngarokati,” kata Mbah Khasun.

Kurang lebih begitu tuturnya soal mengaji.

Lantas apakah kita harus mengembalikan diksi ngaji ke tempat semula? Saya rasa tidak harus segenting itu permasalhannya. Luasnya istilah mengaji saat ini semestinya kita syukuri.

Dengan begitu khalayak ramai akan mencari tahu dari mana awal bahasa ini terbentuk. Pesantren akan dikenal lebih akrab oleh khalayak umum walau tidak harus berharap semua yang mengenal tadi akan berbondong-bondong masuk pesantren.

Setidaknya pesantren punya banyak alasan sebagai peletak dasar tradisi-tradisi positif dan kekayaan khasanah lainnya yang berlangsung di sekitaran kita selama ini tanpa kita sadari atau belum.

Kamu, yang pernah hidup di pesantren pasti menikmatinya. Dan, bagi orang tua yang masih ragu dengan pesantren ini adalah salah satu khazanah keilmuannya. (*)

Refki Rusyadi

Dosen IAIN Tulungagung.

Tags: NGAJIPESANTREN
Previous Post

Banyak Petilasan, Benarkah Syech Subakir Seorang Penjelajah?

Next Post

Ini Penjelasannya, Mengapa Saat Ngaji Gus Baha Tidak Live Youtube

Related Posts

Mencintai Tuhan Saat Mentadabburi Al-Qur’an

Mencintai Tuhan Saat Mentadabburi Al-Qur’an

by Araffah
June 17, 2025
0

Mentadabburi Al-Qur'an sebagai sebuah proses merenungkan, memikirkan dengan seksama, atau memperhatikan dengan mendalam tentang apa yang ada dalam sebuah ayat...

Permasalahan Mental Bukan Hanya Soal Ibadah

Permasalahan Mental Bukan Hanya Soal Ibadah

by elhimmah
June 8, 2025
0

Mengalami permasalahan mental adalah hal yang manusiawi dan perlu untuk ditangani. Dengan memiliki pengetahuan tentang kesehatan mental khususnya diri sendiri...

Menemukan Tawakal Dibalik Que Sera Sera

Menemukan Tawakal Dibalik Que Sera Sera

by elhimmah
June 8, 2025
0

Rilis pada tahun 1956 Que sera sera merupakan sebuah lagu yang diciptakan oleh Jay Livingston dan Rey Evans dengan penyanyi...

Mari Bersama Merawat Semangat Kebangsaan dengan Nilai-Nilai Agama dan Budaya

Mari Bersama Merawat Semangat Kebangsaan dengan Nilai-Nilai Agama dan Budaya

by Redaksi
June 2, 2025
0

Suluk.id - Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila sebagai momen penting untuk kembali meneguhkan jati diri...

Next Post
Pesan Gus Baha’ Kepada Para Lelaki yang Tidak Punya Uang

Ini Penjelasannya, Mengapa Saat Ngaji Gus Baha Tidak Live Youtube

Comments 1

  1. Hidayat dukkun says:
    6 years ago

    Kesederhanaan pada beliau yang mestinya jadi panutan, sama sekali tidak berbalut kemewahan, dan tidak ada ingin di anggap wah oleh jamaah.

    Dan dengan tulisan ini, didapati info yang sangat manfaat.
    Makasih kang

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

June 20, 2025
LAZISNU Grogol Salurkan Beasiswa Prestasi bagi Pelajar Jenjang Dasar

LAZISNU Grogol Salurkan Beasiswa Prestasi bagi Pelajar Jenjang Dasar

June 20, 2025
Bekal Mengahadapi Akhir Zaman: Cinta Kepada Kanjeng Nabi

Bekal Mengahadapi Akhir Zaman: Cinta Kepada Kanjeng Nabi

June 18, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • KIRIM TULISAN
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025