Malam seribu bulan (laylatulqodr) adalah malam dimana satu malam sama dengan seribu bulan. Dalam konteks pahala, beribadah dalam satu malam sama dengan beribadah selama seribu bulan. Di sini nampak jelas ada perbedaan waktu yang cukup signifikan.
Malam seribu bulan jamak diketahui sebagai malam-malam terakhir pada bulan Ramadlan, sehingga pada malam-malam terakhir inilah kaum muslimin (yang beriman) berlomba-lomba beribadah untuk berebut atau berharap bisa menjumpai malam yang penuh misteri itu.
Dikatakan penuh misteri karena belum ada satu pun orang yang pernah menjumpai malam ini bercerita dan membeberkan pengalamannya kepada khalayak umum. Kebanyakan orang-orang yang pernah menemui malam-malam itu hanya diam dan semakin merahasikan pengalamannya itu.
Konon (sebagaimana diinformasikan dalam beberapa kitab salaf), pada malam seribu bulan ini telah dibuka pintu rahmat yang cukup besar, karunia yang begitu melimpah, dan nikmat yang melebihi batas akal pikiran. Pada malam ini ada “kekuatan” dan “pengetahuan” Allah diberikan kepada manusia yang beriman, sehingga yang mendapatkannya bisa memperoleh pengetahuan yang tidak sama dengan orang pada umumnya.
Dimensi yang Berbeda
Dikatakan Malam seribu bulan jelas disini ada perbedaan waktu antara kehidupan nyata dengan kehidupan pada malam itu. Ada rentang waktu yang sangat berbeda dengan waktu dalam kehidupan normal biasa. Karena memang malam seribu bulan adalah dimensi yang berbeda dengan dimensi manusia yang kita jalani.
Malam seribu bulan merupakan dimensi Tuhan, dimensi yang suci dan sangat Tinggi. Di sanalah telah bersemayam ruh-ruh yang suci yang senantiasa menyebut nama besar Tuhan (Allahu Akbar). Eksistensi ruh suci para malaikat, nabi, wali dan ulama telah menyatu pada malam itu dan berkumpul bersama-sama menyucikan Tuhan-nya.
Malam itu merupakan malam yang sangat suci, hanya ruh dan hati yang suci sajalah yang bisa masuk dan memasukinya. Lalu mengetahui segala isinya dan segala kebesaran Tuhan semakin nyata di matanya.
Di dalamnya surga telah ditampakkan, sifat kebesaran-kesempurnaan-keindahan Tuhan telah diperlihatkan, dan ruang-waktu yang meliputi masa lalu dan masa depan telah dinyatakan pula.
Malam seribu bulan merupakan waktu yang hanya Allah sajalah yang punya dan hanya kehendaknya jualah yang bisa membuat manusia memasukinya. Tanpa izinnya maka tidak ada manusia yang pernah bisa masuk pada malam seribu bulan.
Metode Masuk ke Malam Seribu Bulan
Kehadiran malamseribu bulan sungguh merupakan peristiwa yang sangat mengagumkan bagi yang pernah menemuinya. Orang yang pernah menemuinya akan memperoleh pengetahuan yang cukup luas dan besar.
Karena hatinya telah diajari langsung oleh Allah. Satu malam dalam kehidupan normal menjadi seribu bulan bersama Allah. Hal itu karena dimensinya sudah berada di dimensi ke-Tuhan-an.
Cara masuk ke dalam dimensi ini tentunya melalui metode yang diberikan oleh Allah sendiri, yakni metode yang pernah diberikan kepada para Nabi, dan tentunya Rasulullah dan para pewarisnya. Melalui metode ini baru memungkinkan manusia bisa masuk ke dalam dimensi seribu bulan ini dan memungkinkan Allah memanggilnya untuk memasukinya.
Dengan metode itu pula Allah akan mengajak manusia untuk diperlihatkan atas kebesaran Tuhan dan memberi hambanya keluasan ilmu dan ketinggian pengetahuan. Ilmunya diperoleh secara cuma-cuma dan tidak disangka-sangka atau sering disebut dengan ilmuladuni. Dia akan mengetahui kondisi masa lalu dan kondisi masa depan, serta pengetahuan yang dirahasiakan.
Menjadi jelas, bahwa hanya dengan metode dari para Rasul inilah baru memungkinkan seorang manusia (seperti kita) masuk dan memperoleh malam seribu bulan. Tanpa metode itu maka mustahil bisa bertatap muka dengan malamseribu bulan atau memasuki dimensi tersebut.
Malam seribu bulan sejatinya tidak perlu menunggu pada bulan Ramadlan. Selama mendapatkan metode dari Allah (yang diwarisi oleh para Nabi) tentu akan tetap bisa masuk ke dimensi itu kendati berada di luar bulan Ramadan.
Lalu pada akhir-akhir malam bulan Ramadlan memanfaatkannya untuk beribadah, sholat sunnah, baca al-Qur’an, atau bacaan dzikir lainnya, bisakah itu menjadi sarana untuk masuk ke dalam dimensi malam seribu bulan? Tidak ada jaminan untuk dikatakan bisa.
Yang jelas amalan-amalan itu jika dilakukan masih jauh lebih baik dari pada yang sama sekali tidak melakukannya. Lebih baik tetap dikerjakan dan tetap berharap bisa memperoleh metode yang diberikan oleh Allah.
Dan “Pekerjaan Berat” kita sebagai seorang muslim (yang ingin menjadi seorang mukmin, muttaqin) adalah berjihad sepanjang hari (selama usia ini masih berjalan) untuk mencari metode yang diajarkan oleh Rasul yang datang dari Allah.
Metode itulah yang dilakukan Rasulullah ketika di dalam gua hira’, metode itu pula yang dilakukan oleh nabi Ibrahim ketika berada di ka’bah, nabi Yusuf ketika berada di dalam sumur, nabi Yunus ketika berada di dalam perut paus, nabi Musa ketika berada di gua Tsur, dan nabi Isa ketika berada Baitul Lahmi.
Dengan metode tersebut baru memungkinkah kita bisa memperoleh jalan untuk memasuki dimensi malam seribu bulan, dan memungkinkan bagi kita juga untuk kembali kepada Allah kelak jika ruh ini sudah lepas dari jasadnya.
Wallahu’alam bis showaf.