Media-media NU dan pesantren di Jawa Timur telah bersinergi. Meminjam istilah Covey tentang sinergitas. Bersinergi itu lebih dari sekedar bekerjasama.
Ruang Salsabila di komplek kantor PWNU Jawa Timur tertutup, Sabtu 14 Maret 2020. Tidak semua orang bisa masuk di ruang itu. Kecuali namanya terdaftar dan telah diverivikasi oleh panitia. Saya yang datang terlambat harus menjawab beberapa pertanyaan serta menunjukkan surat rekomendasi dari lembaga NU yang mendelegasikan. Intinya, di dalam aula itu adalah pertemuan tertutup.
Pertemuan di ruang bertajuk Halaqoh Media NU dan Pesantren di Jawa Timur melibatkan 170 orang. Melihat dari wajahnya rerata adalah anak muda. Mereka tergolong generasi Y dan Z. Untuk generasi X sangat sedikit.
Meski pertemuan itu tertutup. Ada hal-hal yang boleh disampaikan ke publik. Tentu, hal-hal yang penting dan bersifat rahasia organisasi tidak boleh diungkap ke publik. Hanya mereka yang ada di ruangan itu yang tahu.
Generasi muda NU yang hadir itu adalah para pengelola media sosial atau situswebsite di masing-masing pesantren dan lembaga NU di daerahnya.
Mereka diberikan kesempatan untuk sharing bersama. Bertemu dengan para punggawa pengelola media NU yang tengah sukses. Sebut saja pengelola TV9 hingga para pegiat media lainnya.
Riadi Ngasiran, Pemred Majalah Aula mengatakan sejak NU berdiri sudah ada media yang terus mengiringinya. Para kiai telah sadar perlu ada medium untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran ulama NU. Jadi, media bukan hal baru bagi NU.
Contohnya, kata Ngasiran, Swara Nahdlatoel Oelama. Kemudian, pada 1934 muncul media Berita Nahdlatoel Oelma. Kemunculan media ini sejak muktamar ke 9 di Banyuwangi. Media ini digawangi oleh KH Mahfoedz Siddiq. Tak hanya beredar di Hindia Belanda BNO juga beredar Tanah Suci Mekah.
Kini, di era revolusi industri 4.0, NU turut mengisi ruang-ruang digital. Hadirnya NUonline sebagai media arus utama milik NU telah menjadi rujukan jutaan warganet.
Selain itu, media sosial yang dikelola NU pun telah banyak meraih simpati. NUonline menyediakan banyak hal. Mulai dari doa makan hingga doa jimak pun tak luput dari media tersebut. Atau dalil-dalil tentang persoalan yang tengah kita hadapi bersama sudah ada.
Forum semakin menarik setelah para perwakilan peserta diberikan kesempatan berbicara. Hati ini berdesir saat mendengar kegigihan para mimin atau admin media sosial pesantren saat memberikan pernyataan. Mereka benar-benar militan. Lengkap dengan berbagai strategi telah disiapkan dalam mengelola medsos pesantrennya masing-masing.
“Kami sudah sering kopdar dengan beberapa admin medsos pesantren,” ujar seorang anak muda yang mengenakan baju mirip tim kreatif sebuah stasiun televisi.
Mereka, para Mimin medsos pesantren, memilki pekerjaan tidak mudah. Mereka dengan tekun menghiasi lini masa instagram ataupun youtube dengan berbagai macam konten pengajian kiai NU. Saya yakin, ini bukan semudah kita mengusap air mata yang menetes di pipi.
Mengedit setiap pidato kiai hingga memilih kalimat yang adem untuk didesain menjadi sebuah quote perlu kreativitas yang tinggi.
Dari para pengurus cabang NU pun tak kalah. Mereka juga telah dengan sukarela menjadi penjaga website dan media sosial. Sekali lagi, ini pekerjaan yang melelahkan. Bahkan harus jeli. Sebab, pesan yang disampaikan adalah mewakili pandangan NU secara umum.
Adanya gerakan para pengelola medsos ataupun website NU dan pesantren menjadi bukti NU telah akrab dengan media. Mereka sedang menerapkan dakwah di medsos.
NU tetap menjadi benteng bagi konten-konten yang justru membuat wajah Islam ini tidak ramah. Kita semua sudah tahu, wajah Islam di jagad maya bukan NU saja yang mewarnai. Namun, ada pihak lain yang kadang bikin onar.
Kini, media-media NU dan pesantren di Jawa Timur telah bersinergi. Meminjam istilah Covey tentang sinergitas. Bersinergi itu lebih dari sekedar bekerjasama. Bersinergi, kata Covey adalah menciptakan solusi atau gagasan yang lebih baik dan inovatif dari sebuah kerjasama, oleh karena itu dinyatakan oleh Covey sebagai creative cooperation.
Para Mimin ini bukan sekedar kerjasama. Mereka telah membuat komitmen bersama untuk memunculkan gagasan dan solusi jika ada persoalan ke depan nanti. Tak berlebihan jika saya menyebut media NU bersatu tak bisa dikalahkan. Mereka akan saling menjaga. Menyemangati satu sama lain. Bertukar konten hingga menghadang ideologi yang akan memecah belah bangsa.
Sinergi ini diawali dari PWNU Jatim yang nantinya akan terkoneksi secara nasional maupun internasional. (*)
Redaktur suluk.id