Sudah satu tahun enam bulan saya tinggal di Jember. Namun baru seminggu yang lalu saya berhasil melangsungkan agenda ziarah ke Pesarean Mbah Yai Shiddiq, yang dikenal sebagai penyebar Islam di tanah Jember. Padahal jarak antara tempat tinggal dengan Pesarean tidak terlalu jauh, hanya sekitar 10-15 menit. Duh, betapa nemen-nya diri saya ini. Saya merasa sangat malu. Sungguh.
Lokasinya padahal tidak tersembunyi di pelosok desa, melainkan terletak di samping jalan raya menuju Kota Jember–yang tentu saja selalu dilewati saat akan ke Kota. Ya, makam Mbah Yai Shiddiq terletak di Jalan Gajah Mada, Condro, Kaliwates, berdekatan dekat Masjid Roudhotul Mukhlisin. Salah satu masjid terbaik di Jember.
Pesarean yang Sangat Sederhana
Meski terletak persis di samping jalan raya, Pesarean Mbah Yai Shiddiq sangatlah sederhana dan jauh dari kesan megah layaknya makam-makam para Auliya’ Allah yang lain. Layaknya pesarean orang ‘alim lainnya, pesarean Mbah Yai Shiddiq juga dikelilingi oleh makam-makam keluarga dekat. Tepat di samping barat pesarean, terdapat Musholla dengan nuansa hijau.
Namun meski kecil dan sederhana, Pesarean Mbah Yai Shiddiq tetaplah terawat dan bersih, begitupun dengan keadaan di musholla. Fasilitas juga cukup lengkap. Sehingga para peziarah yang hampir setiap hari ada dan datang (baik dari dalam maupun kota luar Jember), akan tetap merasa nyaman saat berkunjung ke sana.
Saya menduga, mungkin karena kesederhanaan pesarean tersebut, banyak orang yang tidak mengetahui dan tidak sadar jika ada makam orang ‘alim penyebar Islam di Jember di Jalan Gajah Mada tersebut. Apalagi lokasi makam berada di deretan toko-toko dan juga di belakang lokasi pesarean, langsung berdampingan dengan perkampungan padat penduduk.
Kembali lagi saya menduga, kesederhanaan yang ada di pesarean Mbah Yai Shiddiq ini memanglah sebuah kesengajaan, untuk menunjukkan bahwa KH. Muhammad Shidiq adalah sosok yang ‘alim, tawadhu’, sangat sederhana, dan zuhud.
Sikap zuhud Mbah Yai Shiddiq tergambar dari sebuah cerita yang sudah masyhur tersebar, bahwa suatu ketika saat Mbah Yai Shiddiq menimba air, beliau mendapati bongkahan emas di dalam timba. Berkat jiwa zuhud yang sudah terpatri kuat di dalam diri beliau, akhirnya Mbah Yai Shiddiq mengembalikan kembali bongkahan emas itu ke dalam sumur.
Setelah itu beliau berdo’a, bahwa yang beliau inginkan bukanlah emas, melainkan anak-cucu dan keturunan yang sholih sholihah. Masya Allah. Tidak heran jika kemudian do’a beliau diijabah oleh Allah, dengan dijadikannya anak-cucu dan keturunan beliau menjadi orang-orang yang sholih dan sholihah. Allahu a’lam.
Tokoh-tokoh Keturunan Yai Shiddiq
Dalam e-book Silsilah Keturunan Bani KH. Muhammad Shiddiq, disebutkan bahwa Yai Shiddiq merupakan sosok ‘alim yang lahir pada tahun 1854 M, dan berasal dari Punjulsari, Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Beliau memiliki nasab yang tersambung dengan Sayyid KH. Abdurrahman Basyaiban alias Mbah Sambu yang dimakamkan di Masjid Jami’ Lasem, Rembang. Begitupun dengan nasab istri pertama beliau, Nyai Siti Masmumah alias Nyai Hj. Maimunah, yang juga bertemu dengan Mbah Sambu.
Yai Shiddiq pernah belajar pada KH. Abdul Aziz Lasem, Rembang; KH. Sholeh Langitan, Tuban; KH. Sholeh Darat, Semarang; Syaikhona Cholil Bangkalan; KH. Ya’qub Panji, Sidoarjo; dan KH. Abdurrahim Sepanjang, Sidoarjo.
Sebelum menyebarkan Islam di Jember, Yai Shiddiq telah mendirikan Pesantren di Lasem. Kemudian pada tahun 1870-an, beliau hijrah dan mendirikan Pesantren As-Shiddiqi Putera (PPI ASHTRA) di Kampung Talangsari, Jember (Pesantren ini sekarang diasuh oleh KH. M. Balya Firjaun Barlaman bin KH. Achmad Shiddiq).
Melalui pesantren inilah yang pada akhirnya menjadi cikal bakal berkembangnya Islam di Jember, melalui strategi pengkaderan santri dan mendirikan masjid-masjid. Termasuk masjid yang terletak di Jantung Kota Jember, Masjid Jami’ Al-Baitul Amin, merupakan salah satu masjid yang dirintis oleh beliau bersama para santri.
Yai Shiddiq wafat di Jember pada tahun 1934 M dalam usia 80 tahun. Setelah kepulangan beliau, generasi penerusnya sungguh luar biasa. Ini memang menjadi salah satu keistimewaan Yai Shiddiq. Anak-cucunya menjadi orang ‘alim yang dikenal dan dikenang kebaikan dan keshalehannya hingga sekarang.
Di antara 10 anak-cucu beliau yang masyhur adalah: 1) KH. Ali Mansyur, Pencipta Sholawat Badar yang dimakamkan di Maibit, Rengel, Tuban. 2) KH. Abdul Hamid, waliyullah yang dimakamkan di Masjid Jami’ Pasuruan. 3) KH. Abdul Hamid Wijaya, Pendiri Ansor, dimakamkan di Turbah, Jember. 4) KH. Shodiq Machmud SH, Pendiri STAIN (sekarang IAIN) Jember. 5) KH. Machfudz Shiddiq, Pemikir Modernis dan Ketua Umum PBNU Tahun 1930-1945, yang dimakamkan di Turbah, Jember.
6) KH. Abdul Halim, Pendiri Pesantren ISHARI. 7) Nyai Hj. Zainab, Pendiri Pesantren Putri Zainab Shiddiq, dimakamkan di Turbah, Jember. 8) Drs. KH. Yusuf Muhammad LML, mubaligh, politisi terkenal, dan Pendiri Pesantren Darus Shalah.
9) KH. Achmad Shiddiq, Rais ‘Aam PBNU Periode 1984-1991 dan Pendiri Majelis Dzikrul Ghafilin serta Semaan Al-Qur’an yang jama’ahnya ribuan dan insyallah akan disematkan pada nama IAIN Jember saat menjadi UIN (UIN KHAS Jember). KH. Achmad Shiddiq dimakamkan di Aulia Tambak, Mojo, Kediri.10) Nyai Hj. Zulaikhah, istri KH. Dzofir Salam, Pendiri Pesantren Al-Fattah dan pendiri beberapa sekolah Islam di Jember, seperti: SMPI, MAN 1, MAN 2, STAIN, dan UIJ.
Sebagai warga asli ataupun pendatang yang tinggal di Jember, patut kiranya jika kita mau meluangkan waktu sejenak untuk berziarah di Makam Yai Shiddiq. Terlebih sebagai orang yang kini mengemban tugas mengajar di lembaga yang didirikan oleh anak-cucu beliau. Tak lain hanya dengan niat tabarrukan (ngalap barokah) dari Yai Shiddiq, agar selama tinggal dan mengamalkan ilmu di Jember ini, senantiasa mendapat cipratan barakah dari beliau. Karena, apalah artinya pengabdian ini jika tanpa berkah dari Allah dan para kekasih-Nya.
Lahu wa Lahum al-Faatihah.
Jember, 12 November 2020
Dosen IAIN Jember