Pukul 18.00 waktu Belanda, suasana kota Den Haag masih terang benderang oleh sinar matahari. Musim panas sedang memasuki wilayah Eropa, sehingga matahari baru tenggelam sekitar jam 22.00. Beberapa orang sudah mulai datang di KBRI untuk menghadiri acara gala dinner yang diselenggarakan oleh KBRI.
Acara gala dinner ini merupakan rangkaian event The 2nd Bienale International Conference Islam Wasatiyah yang diselenggarakan oleh PCI NU Belanda. Gala dinner ini merupakan acara penutup dari seluruh rangkaian acara konferensi dan merupakan jamuan dari KBRI untuk para peserta seminar.
Hadir malam itu diantaranya Dubes RI untuk kerajaan Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja, selaku tuan rumah, Utusan Khusus Presiden untuk dialog antar agama, Syafiq Mughni, yang kebetulan sedang berkunjung ke Eropa, anggota Watimpres KH. Yahya C. Tsaquf, Prof. Frans Wisjen dari RU Nijmegen, Syeikh Salim Alwan Al Husaini (Chairman of Darulfatwa-Hight Islamic Council of Australia), Prof. Karel A Stenbrink dari Utrecht Universiteit, beberapa peneliti dan dosen dari beberapa universitas Eropa serta para peserta konferensi.
Suasana sangat akrab dan penuh persaudaraan. Mereka saling berbincang santai sesama mitra dan kolega sambil menikmati makanan ringan menunggu acara dimulai. Suasana bertambah syahdu saat Ki Ageng Ganjur mulai menyanyikan lagu daerah dengan komposisi musik kreatif yang memadukan berbagai genre.
Sekitar pukul 19.00 acara dimulai dengan sambutan Bapak Dubes RI. Dalam sambutannya beliau memberikan apresiasi terhadap PCI NU Belanda yang telah sukses menyelenggarakan event yang sangat penting. Untuk itu beliau mengajak semua hadirin bersantai dan berhibur bersama malam ini.
Sambutan juga disampaikan oleh PCI NU Belanda yang diwakili oleh M. Latief Fauzi, Katib Syuriyah PCI NU Belanda. Selain menyampaikan laporan, juga memberikan highlight dari hasil konferensi mengenai wasatiyah Islam sebagai artikulasi moderasi Islam. Sambutan dari PBNU disampakkan oleh KH. Yahya C. Tsaquf, Katib Aam Syuriyah PBNU.
Pada kesempatan ini tampil Prof. Karel Steenbrink membacakan puisi karyanya sendiri. Prof. Karel adalah seorang ahli perbandingan agama yang pernah tinggal di Indonesia untuk mengajar dan melakukan penelitian. Hasil penelitian disertasinya yang berjudul Recente Ontwikkelingen in Indonesisch Islamonderricht (Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Era Modern) diterbitkan menjadi buku.
Puisi prof Karel ini sangat menggelitik. Dalam puisinya prof. Karen menyatakan Santri mengalami tranformasi menjadi akademisi, muhammadiyah sudah tak lagi alergi terhadap bid’ah dan munculnya perubahan sarung menjadi celana cingkrang yang mulai marak. Meski terkesan jenaka namun memiliki makna yang dalam. Mendiskripsikan perubahan sosial ummat Islam Indonesia secara tajam.
Dalam acara gala dinner ini juga dilalukan pelantikan pengurus baru PCI NU Belanda periode 2019-2021 hasil konferensi PCI yang dilalukan pada pagi hari sebelumnya di masjid al-Hikmah Den Haag. Pelantikan dilakukan oleh Katib ‘Aam PBNU, KH. Yahya C. Tsaquf.
Susana malam itu benar benar mencerminkan kekeluargaan dan persaudaraan yang indah. Lebih-lebih nuansa musik yang ditampilkan juga mencerminkan keberagaman. Misalnya dalam lagu Suluk Kalijaga, komposisi musiknya memadukan unsur Timur Tengah dengan Jawa. Syiir Halal Bihalal diarransemen dalam nuansa Arab.
Sementara lagu Siir Tanpo Waton diarransemen dalam komposisi Sunda Jawa sehingga membuat suasana makin menyentuh. Lagu Bubui Bulan dan Es Lilin yang merupakan lagu etnik Sunda dinyanyikan dalam komposisi Arab, Sunda dan jazz.
Melalui komposisi musik yang beragam dan karya warna ini para hadirin seakan diajak berziarah menjelajahi ruang budaya lintas etnis, geografis dan zaman. Para Indonesianis yang pernah berkunjung dan tingga di Indonesia diingatkan kembali kenangan tentang Indonesia. Para ekspatriat indonesia yang sudah lama meninggalkan negerinya seolah kembali berada pada masa lalu saat masih bersama kuarga di tanah air.
Sebagaimana dinyatakan Pak Dubes saat memberikan sambutan, musik tidak saja bisa memberikan hiburan tetapi juga menjadi sarana penuntun perasaan untuk kembali pada suatu kondisi yang melintasi ruang dan waktu. Dan malam itu kita yang hadir di KBRI Den Haag, diajak bersama-sama melintasi ruang dan waktu, menjelajahi ruang batin melalui nada yang terangkai dalam alunan musik Ki Ageng Ganjur. (*)

Budayawan