Nahdlatul Ulama berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 dalam kalender masehi, dan 16 Rajab 1344 Hijriah jika berpatokan pada kelender Islam. Menurut catatan dari Kyai Saifuddin Zuhri dalam K.H. Abdul Wahab Hasbullah: Bapak dan Pendiri NU, mengatakan NU berdiri melalui kesepakatan panjang, kala merumuskan gerakan baru yang berbasis kaum tradisionalis saat itu.
Di kediaman Kyai Wahab, para ulama akhirnya bersepakat untuk mendirikan organisasi santri-kyai dengan nama Nadhlatul Ulama yang berlandaskan Ahlussunnah Wal-Jamaah. Perjalanan NU cukup panjang, melalui berbagai dinamika gerakan. Namun kita perlu ingat satu gerakan yang mungkin menjadi salah satu peletak dasar, yakni Taswirul Afkar sebuah kelompok diskusi yang digagas oleh Kyai Wahab Chasbullah, sebagai tempat bedah pemikiran terkait situasi-situasi aktual serta problem negeri kala itu.
Melalui istiqomah yang cukup panjang, NU menjadi salah satu gerakan tradisionalis nasionalis yang menjadi motor perjuangan kemerdekaan, dan tetap mengawal kemerdekaan hingga kini. Dengan basis santri dan kyai yang mayoritas dari perdesaan, banyak di antaranya petani dan pedagang. Seperti Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari yang selain pengajar juga merupakan petani, Kyai Wahab Chasbullah sendiri merupakan pedagang. Tak pelak pada saat tahun 1918, saat dominasi kolonial yang menguasai perdagangan, khususnya hasil pertanian.
Kyai Wahab pun memiliki keresahan, di mana banyak petani desa yang merugi karena soal harga. Maka atas restu Hadratus Syaikh, Kyai Wahab mendirikan Nahdlatul Tujar yang merupakan organisasi pedagang lokal, yang memiliki tujuan untuk memotong mata rantai monopoli kolonial, serta berupaya menyejahterakan pedagang dan petani yang mayorias berbasis masyarakat perdesaan.
Belajar dari pendirian Nahdlatul Ulama yang memang dari sejak awal berbasis masyarakat perdesaan maka tidak heran, beberapa catatan sejarah berdirinya cabang NU rata-rata di wilayah perdesaan, bukan di pusat kabupaten. Dalam catatan Gus Rijal Mummaziq tentang NU cabang Kencong, saat itu ulama besar bernama Kyai Zaini Dahlan atau akrab dengan sebutan Kaji Zen dan Kyai Zen. Pada 1930an menginisiasi dan mengembangkan NU di wilayah selatan Jawa Timur tersebut. Kencong saat itu merupakan wilayah penting di daerah selatan, karena merupakan tempat pabrik gula besar.
Saat awal pendirian Kaji Zen bersama Kyai Djauhari Zawawi berupaya mengakselerasi penyebaran dan pelebaran NU itu sendiri. Masih dalam catatan Gus Rijal, alasan mengapa NU cabang Kencong berdiri salah satunya karena faktor perjuangan rakyat. Gus Rijal mengulik catatan Kyai Chayyi, sebagai berikut:
“Dalam catatan KH. Abdul Chayyi (w. 1994), salah seorang aktivis NU Kencong, ada 3 alasan pendirian NU Kencong. Pertama, faktor organisasi. Yaitu tumbuhnya minat mengorganisir diri dari kaum ahlussunah wal jamaah. Kedua, kesamaan dan semangat berkompetisi dalam ranah fastabiqul khairat. Ketiga, perjuangan rakyat.” (Rijal Mummaziq, 2019, Sejarah Berdirinya NU Kencong)
Salah satu yang menarik lagi di Kabupaten Tuban, dalam beberapa catatan seperti di situs NU Online yang berjudul “Mulanya Tak Ada yang Berani Mendirikan NU Cabang Tuban” yang merupakan kutipan catatan dari “Buku Perjalanan NU Tuban” yang terbit di tahun 2014. Mengungkapkan jika NU Tuban awal mulanya berdiri di desa Kaliuntu, Jenu, Tuban pada tahun 1935. Salah satu yang menginisiasi ialah santri alumni Tebuireng yang pulang ke Tuban saat itu.
Tercatat Rais Syuriah pertama NU Tuban yakni KH. Husein Hasan atau dikenal dengan Kyai Khusen yang merupakan pengasuh pondok Huffadh Jenu, catatan ini ditemukan dalam biografi Kyai Hisyam Ismail salah satu sesepuh pondok Manbail Futuh. Sementara untuk Tanfidziyah dipegang oleh Kyai Umar Faroeq. Tidak jelas catatan untuk Kyai Umar secara terperinci.
Tuban sebagai basis NU di wilayah pesisir memiliki ulama terkemuka seperti Kyai Fathurrahman pendiri pondok Manbail Futuh, serta ada Kyai Murtadhlo yang merupakan pengasuh pondok Ash-Shomadiyah. Kyai Murtadhlo sendiri merupakan pejuang seangkatan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari yang memegang teguh dakwah dan ngaji berbasis organisasi.
Narasi hadirnya NU cabang Tuban yang awalnya bernama cabang Jenu, merupakan salah satu pola penting terkait bagaimana NU sendiri berkembang di basis perdesaan. Bahkan simpul-simpul perjuangan NU berada di basis petani dan pedagang, maka tak heran jika menjelang kemerdekaan banyak perlawanan hadir di perdesaan.
Sebagai satu catatan refleksi, memang perlu digali lebih dalam lagi mengenai peran NU di basis perdesaan, terutama pada kelompok bawah seperti petani, nelayan dan pedagang. Karena, salah satu yang mendorong Indonesia merdeka adalah semangat juang jama’ah NU di perdesaan. Baik saat perang kemerdekaan, hingga periode resolusi jihad kala mempertahankan Surabaya dari upaya okupasi pihak sekutu yang diboncengi oleh Belanda.
Dan, sejarah NU Tuban menarik untuk dipelajari lagi, terutama kala Jepang masuk di Indonesia. Ada kabar bahwa NU cabang Jenu juga turut berjuang melawan penjajah Jepang, serta mendorong pemertahanan kemerdekaan. Di satu sisi juga menarik bagaimana relasi NU dan para petani, nelayan dan pedagang kala itu.
Warga Nahdlatul Ulama, pekerja sosial