Suluk.id – Macan mati meninggalkan gading Manusia mati meninggalkan nama, peribahasa itulah nampaknya yang patut dibuat perumpamaan Bapak Drs. H. Achmad Nurfaqih Hasan. Beliau seorang pejuang yang tangguh baik ketika masih maupun di hari senjanya.
Pria kelahiran 21 Agustus 1943, sejak mudanya sudah mengabdikan diri di dunia pendidikan mulai jadi guru di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton dan juga mengajar di Madrasah Salafiyah Manderejo Merakurak Tuban.
Pria ini dalam berjuang betul-betul sepenuh jiwa raga dan hartanya yang dalam bahasa agama disebut “Anfus dan amwal”. Anfus selain beliau mengabdikan diri lewat pendidikan dengan mentransfer ilmunya dengan mengajar beliau juga mengabdi kepada negara dan bangsa lewat PNS /ASN di Kantor Kemenag Tuban.
Mulai dari Guru Agama, staf di Kantor Urusan Agama atau KUA kemudian masuk kantor dan juga pernah juga jadi Naib atau Kepala KUA di berbagai kecamatan Kabupaten Tuban.
Di masa tuanya beliau tidak begitu saja berhenti mengabdi tapi malah terjun memimpin masyarakat lewat Kepala Desa. Dengan bekal kecakapan dan rendah hatinya yang dapat memikat masyarakat maka terpilihlah sebagai Kepala Desa Manderejo Merakurak Tuban.
Pasca menjadi Kepala Desa Manderejo bukan berakhir pengabdiannya di masyarakat pengalaman memimpin sebagai Kepala Desa Manderejo yang sukses menggelitik hatinya untuk terjun lebih dalam lagi di dunia Politik.
Pucuk dicinta ulam tiba, saat itu beliau mendengar dan tertarik dengan pergerakan politik di masa Reformasi khususnya warga NU dimana PBNU di Kediaman Gus Dur para Tokoh Ulama NU yang terdiri dari KH Ilyas Rukhiyat, KH Abdurrahman Wahid, KH Munasir, KH Mukhid Muzadi dan KH Mustofa Bisri pada tanggal 23 Juli 1998 telah mendeklarasikan Pertai yaitu baru bernama “Partai Kebangkitan Bangsa”.
Kebetulan beberapa hari setelah deklarasi itu ketua PKB yang baru bapak Matori Abdul Jalil dalam sosialisasi dan Konsolidasi organisasi beliau datang ke Tuban saat itu diadakan di Hotel Mustika milik orang kaya tokoh Golkar yaitu Haji Ali Hasan suaminya ibu Haeny yang kemudian hari menjadi Bupati Tuban.
Pada saat itu karena masyarakat NU sudah sangat merindukan partai miliknya, maka dengan adanya Partai Kebangkitan Bangsa sehingga membludaklah. Yang hadir saat itu tidak saja dari Tuban tapi datang juga dari Bojonegoro dan Lamongan. Saat itu penulis kebetulan duduk bersebelahan dengan KH Buchori tokoh NU dari Babat Lamongan, beliau banyak mengakugumi H. Ali Hasan.
Demikian Pak KH Nurfaqih Hasan yang memang sudah termasuk tokoh di NU Tuban beliaupun masuk di jajaran pengurus Cabang Partai Kebangkitan Bangsa yang berikutnya sampai dicalonkan sebagai Caleg DPRD Provinsi Jawa Timur namun tidak berhasil Alia gagal yakni tidak jadi.
Ketokohan KH Ahmad Nurfaqih Hasan tidak berhenti di situ. Pengabdiannya dilanjutkan juga di Organisasi Masyarakat dan organisasi keagamaan. Di antaranya, aktif di PCNU, Pengurus MUI, IPHI juga PKB. Di samping itu, rasa cintanya kepada NU dia juga Pengurus MWCNU dan beliau juga mewakafkan sebidang tanah untuk MWCNU yang kemudian di bangun juga Kantor BMT NU ASA cabang Merakurak dan juga pertokoan milik MWCNU Kecamatan Merakurak yang baru beberapa bulan diresmikan pembukaannya. Beliau masih giat berjuang untuk masyarakat khususnya NU.
Hari Jum’at pagi tanggal 19 Juli 2021 ketika kami diskusi kecil dengan teman-teman LSM Bina Swagiri tentang ganasnya Pandemi virus Corona yang mengakibatkan keputusan menutup tempat ibadah termasuk Musholla dan Masjid ada masuk WA di grup Bina Swagiri bahwa “Bapak KH Ahmad Nurfaqih Hasan kapundut”
Semoga diterima semua amal Sholehnya dan diampuni semua salah dan dosanya serta Husnul khatimah serta ditempatkan di Roudlotul Jannah Aamiin aamiin aamiin ya Rabbal Alamiin.
Bapak KH Ahmad Nurfaqih Hasan orang pejuang yang tangguh, pemberani, ikhlas dan dermawan itu telah tiada telah pergi meninggalkan kita. Beliau meninggalkan seorang istri bernama Hajjah Siti Kholosoh, meninggalkan 4 anak. Seorang perempuan dan tiga laki-laki mereka yaitu H. Ali Sobri. Nur Faizah Sundud S Ag. M. Zuber. Zainal Fanani SE.
Kenangan di Balik Cerita
Kami punya kenangan yang tak terlupakan sepanjang hidup kami. Yakni ketika kami Pengurus IPHl kabupaten mendapat undangan Musyawarah Wilayah ( Musywil) IPHI propinsi Jawa Timur tanggal 14 Desember 2019.
Saat itu kami berangkat berempat yaitu : Bapak KH Ahmad Nurfaqih Hasan, Bapak H. Suyuti A, Ibu Hajjah Siti Musyarafah atau ibu Sumari dan saya sendiri. Tempat Musywil di undangan di kampus Universitas Islam Mojopahit terletak di daerah Mojoanyar Mojokerto.
Universitas swasta ini milik Yayasannya Bapak DR. H.Mahmud Zen mantan Bupati Mojokerto dan dulu tahun 1970an Mahmud Zen ini adalah Sekda di Bojonegoro pada saat Bupatinya Bapak Alim Sudarsono yang saat itu Bojonegoro masih berstatus Karesidenan Residennya termasuk H. R. Tamsi Tejosasmito yang saat itu menjadi Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Bojonegoro yang saya sebagai mahasiswanya bersama Pak KH Abdul Matin Pengurus PWNU Jawa Timur dan Bapak Doktor H. Sutrisno mantan Ka Kanwil Kemenag Jatim.
Kembali ke kampus Universitas Islam Mojopahit, kami mengikuti Muswil yang saat itu laporan Ketua Panitia Bapak DR. KH Sujak mantan Ka Kanwil Kemenag Jatim yang juga Direktur Utama Masjid Agung Surabaya.
Dalam sambutannya Beliau menyampaikan motto: “ikan sepat ikan gabus” lebih cepat lebih bagus dan menawarkan untuk itu ke depan mengajak memilih figur yang pas untuk IPHI yaitu Jawa Timur adalah Wakil Gubernur Jatim yaitu Bapak Emil Dardak.
H. Khoirul Jaelani Ketua yang lama dalam sambutannya juga menguatkan Pak Sujak yaitu memilih. Wagub Email Dardak menyampaikan begitu besarnya peran dan pengaruh IPHI yang sangat strategis dalam membangun masyarakat. Maka dalam musyawarah secara aklamasi memilih Wagub sebagai Ketua periode 2019 – 2024.
Pada perjalanan pulang dari Muswil itulah nampak Pak KH Nurfaqih Hasan itu secara fisik beliau sudah tua. Dalam perjalanan dari Mojokerto ke Tuban harus berhenti ke Toilet 3 kali.
Namun secara jiwa dan semangat masih meledak-ledak apa lagi kalau bicara Politik yang mereview ketika gagal dalam Pileg calon DPRD Jatim. Nampak keikhlasan beliau gagal tidak menyesal bahkan bersyukur dengan mengatakan “Weh untung aku gak dadi, lamun dadi sido rusak Keluargku seperti si A”.
Mendengar iru kami menyahut, lho kok bisa? Lha gimana si A itu jadi DPRD Provinsi gak pulang – pulang sering kunjungan, nginap di hotel terus akhirnya lupa sama keluarganya.
Demikian kenangan dengan sesepuh dan tokoh tangguh NU Bapak Drs KH Ahmad Nurfaqih Hasan.
Selamat Jalan sesepuh ku kami percaya Panjenengan , Khusnul khatimah dan di tempatkan di Roudlotul Jannah. Aamiin aamiin aamiin ya Rabbal Alamiin.
Tuban, 11 Juli 2021
Penulis
H. Kasduri Al Anshori.
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan