Meninggalnya Kiai Tholhah Hasan membawa duka bagi Indonesia. Khususnya warga nahdliyin. Kiai kelahiran Oktober 1936 ini meninggal di Malang Kamis 29 Mei 2019. Sebelumnya kiai multitalen telah dikabarkan sakit.
Kabar meninggalnya Kiai Tholhah begitu cepat. Jagad internet pun ramai. Grup-grup whatsapp pun bergelimang ucapan belasungkawa. Instagram dan facebook gemuruh status tulisan tentang Kiai Tholhah.
Ada beberapa hal yang tak banyak diketahui publik tentang Kiai Tholhah. Beliau memang dikenal sebagai menteri agama di era Gus Dur. Selain itu, bagi keluarga besar Universitas Islam Malang (Unisma) Kiai Tholhah adalah sosok penting.
Berikut ini kepribadian beliau yang dikenang banyak orang
Lahir di Tuban dibesarkan di Lamongan
Kiai Tholhah putra seorang kiai di Tuban. Beliau lahir di Tuban. Kemudian, dibesarkan di Lamongan.
Kiai Tholhah lahir dari pasangan Tholhah dan Anis Fatma pada Sabtu Pon, 10 Oktober 1936. Setelah ayahandanya meninggal Kiai Tholhah diasuh kakeknya yang bernama Hasan di Lamongan.
Karena itu nama aslinya yang semula hanya Muhammad lalu ditambah nama ayah dan kakeknya sehingga menjadi Muhammad Tholhah Hasan.
Saat pendidikan tingkat dasar beliau menempuh di Sekolah Rakyat (SR) pada pagi hari di Brondong Kabupaten Lamongan. Beliau sekolah di SR selama 6 tahun mulai 1943 sampai dengan 1949, dan sorenya belajar di Madrasah Ibtidaiyah di Sedayu Lawas Lamongan.
Setelah menamatkan pendidikan dasar beliau tidak langsung meneruskan pendidikan umumnya ke jenjang yang lebih atas, akan tetapi terlebih dahulu menggali ilmu agama di beberapa pondok pesantren.
Santri Khusus Kiai Idris dan Imam Ghozali saat Ngaji Ihya
Nadirsyah Hosen, Rais Syuriyah PCI Nahdlatul Ulama Australia – New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School menceritakan kisah tentang Kiai Tholhah.
Dia mengatakan Kiai Tholhah rutin mengelola pengajian kitab Ihya ‘Ulumiddin karya Imam al-Ghazali di rumahnya. Dan anehnya yg ikut ngaji itu termasuk para kiai. Kenapa?
“Sanad cerita ini dari kawan saya KH Abdul Adzim Irsyad. Dulu di Tebuireng, Tolchah remaja belajar pada KH Idris Kamali yang legendaris itu. Saat Tolchah dan kawannya minta ngaji kitab Ihya, Kiai Idris meminta mereka datang lagi esok hari. Keesokan harinya, Kiai Idris menuturkan bahwa beliau telah minta ijin Imam al-Ghazali untuk mengajar Ihya. Bahkan Imam al-Ghazali sendiri yg memilihkan nama-nama santri yang layak ikut ngaji Ihya,” tulisnya dalam status facebooknya.
Nah, lanjut Nadirsyah, Kiai Tolchah termasuk yang dipilih untuk ngaji Ihya. Itu sebabnya yang sudah selevel Kiai pun banyak yang kemudian ngaji Ihya di rumah Kiai Tolchah utk ngalap barokah Kiai Idris dan Imam al-Ghazali.
Santri yang Kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Sebagai santri Tebuireng Jombang seharusnya Kiai Tholhah memilih kuliah di kampus Islam. Namun, tidak demikian ternyata. Setalah pindah ke Malang, beliau menekuni pendidikan umum pada jenjang perguruan tinggi.
Jenjang Sarjana muda beliau dapatkan pada Jurusan Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Merdeka Malang. Jenjang ini ditekuninya selama 3 tahun mulai 1963 dan selesai pada 1966.
Kemudian, pada tahun 1974 beliau mengambil program sarjana Jurusan Ketatanegaraan Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan (FKK) yang sekarang berubah namanya menjadi Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang, hingga memperoleh derajat kesarjanaannya pada tahun 1973.
Jadi, jangan kaget jika Kiai Tholhah cukup mahir dibidang manajemen dalam mengelola organisasi dan perguruan tinggi. Tak salah jika Gus Dur saat itu memintanya menjadi Menteri Agama.
Mari kita kirim Alfatehah kepada Kiai Tholhah yang telah mendahului kita semua. (*)
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan