Suluk.ID
Thursday, May 15, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Siapa Bilang Tawassul Tidak Ada Dasarnya, Simak Dasar dan Makna Tawassul

by Nurul Fahmi
January 20, 2020
in Ngilmu
Share on Facebook

MAKNA TAWASSUL

Tawassul secara bahasa berarti memohon. توسل إلى الله berarti beramal untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kata “tawassul” sendiri berasal dari kata “wasala – wasilah” yang -dalam kamus Al Munawwir- bisa diartikan segala hal yang yang digunakan untuk mendekatkan yang lain atau perantara.

Dalam tradisi ahlussunah wal jamaah, tawassul bisa didefinisikan secara sederhana sebagai berikut: “Menjadikan suatu perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah guna mencapai sesuatu yang diharapkan dari-Nya”. Seseorang bisa melakukan tawassul dengan menjadikan perantara orang yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia.

Umumnya, seseorang yang melakukan doa dengan tawassul ini merasa dirinya hina dan rendah di hadapan Allah. Maka dengan perantara orang-orang shaleh yang dekat dengan Allah, harapannya doa yang diinginkan dapat dikabulkan oleh Allah Swt. Barangkali kisah berikut ini akan bisa lebih mudah untuk memahami makna tawassul.

Dikisahkan oleh KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus, Rembang), bahwa satu ketika Ayah beliau (KH. Bisri Mustofa), sowan kepada Kiai Hamid Pasuruan yang terkenal sebagai waliyullah. Kata Kiai Bisri, “Kiai Hamid, Anda kan yang dekat dengan Allah, tolong aku mintakan kepada Allah, agar aku ini punya mobil”. Seketika itu Kiai Hamid langsung berkata, “Al Fatihah ala niyati Kiai Bisri”. Tak berapa lama setelah itu, Kiai Bisri pun punya mobil.

Itulah sekilas contoh nyata tawassul melalui orang shaleh yang masih hidup. Tawassul melalui orang yang sudah meninggal, kurang lebih sama seperti kisah di atas. Bedanya adalah cara komunikasi. Ada orang yang bisa komunikasi langsung dengan orang yang sudah meninggal, ada pula yang tidak/belum bisa komunikasi secara langsung. Alhasil, maksud dan tujuannya sama. Yakni menjadikan orang shaleh yang diziarahi sebagai perantara kepada Allah.

DASAR TAWASSUL

Sebagian kalangan menganggap tawassul itu tidak ada dalam ajaran Islam dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Alias bid’ah. Bahkan ada yang menganggap syirik orang yang tawassul. Apakah memang begitu? Dan apa memang tawassul tidak ada dasarnya dalam Al Quran maupun Hadits Nabi? Mari kita kaji sedikit.

Dalam Al Quran Surah An Nisa’ ayat 64, Allah berfirman yang artinya: “Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jika mereka yang menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul pun memohonkan ampun untuknya, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima tobat lagi maha penyayang”.

Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir disebutkan kisah mengenai ayat di atas. Bahwa Syekh Uthbi sedang berada di sisi makam Rasulillah, tiba-tiba datang orang Badui dan berkata, “assalaamualaika ya Rasulallah, aku telah mendengar ayat Allah (lalu ia membaca QS An Nisa’: 64), maka sekarang aku datang ke hadapanmu berharap agar dosaku diampuni, aku mohon syafaatmu ke hadirar Tuhanku.”

Beberapa waktu kemudian, Syekh Uthbi tidur dan bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpi itu Rasulullah berkata, “Hai Uthbi, datangilah Badui itu dan kabarkanlah bahwa Allah telah mengampuninya.” Menurut Prof. Nadirsyah Hosen, kisah serupa juga terdapat dalam banyak kitab tafsir yang masyhur.

Maka, jelaslah bahwa kisah tersebut menunjukkan adanya tawassul yang dilakukan oleh orang Badui ketika Rasulullah sudah wafat. Dan kisah itu juga sangat berkaitan dengan ayat QS An Nisa: 64 tersebut. Ini artinya, dalilnya tawassul sangat kuat karena terdapat di dalam Al Quran. Juga banyak diceritakan dalam kisah perjalanan hidup Rasulillah (selain kisah di atas).

Di antaranya yaitu kisah yang ada dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Utsman bin Hanif, ia berkata, “aku mendengarkan Rasulillah, (ketika itu) datang lelaki buta yang mengadu kepadanya (Nabi) soal penglihatannya.” Lelaki itu berkata, “Wahai Rasulallah, aku tidak ada yang menuntun dan aku merasa berat (karena buta).” Rasulullah berkata, “berwudlulah kamu dan shalatlah dua rakaat kemudian berdoalah:

اللهم إني أسئلك وأتوجه إليك بنبيك محمد )ص.م.( نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربك فيجلي لي عن بصري ، اللهم شفّعه فيّ وشفعني في نفسي “.

Utsman bin Hanif melanjutkan, “demi Allah kami tidak berpisah dan tidak lama pembicaraan kami, masuklah lelaki (yang sebelumnya buta) itu dan ia tidak ada mudarat (tidak buta).

Dari sini kita menjadi tahu bahwa amalan tawassul itu ada dasarnya yang jelas dalam Al Quran dan Hadits. Bahkan haditsnya juga shahih. Sekarang tinggal kita mau percaya atau tidak dan mau mengamalkannya atau tidak. Terserah kita. Kita sebagai kaum beriman tidak sepatutnya membenci amalan orang lain yang kita sebenarnya tidak memahami hal yang kita benci. Bahkan hingga menyesatkan, membid’ahkan, atau mengkafirkan orang mukmin lain. Yang pasti kaum ahlussunah wal jamaah tidak sembarangan melakukan suatu amalan. Wallahu a’lam.

Referensi:

Al Quran al Karim
Soelaiman Fadeli, Antologi NU, Khalista
A.Warsun Munawwir, Kamus Al Munawwir, Pustaka Progresif
Sayid Muhammad bin Alawy, Mafahim Yajibu An Tushahhaha, Al Anwar
Nadirsyah Hosen, Tafsir Al Quran di Medsos, Bentang

Nurul Fahmi

Penulis: Terompah Kiai, Pendidik dan Anggota LTN PC. NU Kab. Tuban

Tags: Tawassul
Previous Post

Ikhtilaf itu Rahmat, Syaratnya Terjadi Di antara Ulama

Next Post

Moralitas Tokoh Agama (ulama’) Dalam Kitab Adabul alim wal muta’allim

Related Posts

Pandangan NU Tentang Tadabbur Alam

Pandangan NU Tentang Tadabbur Alam

by Redaksi
May 12, 2025
0

Tadabur alam merupakan bentuk perenungan mendalam terhadap ciptaan Allah SWT yang mengajak manusia untuk menyadari kebesaran dan keagungan-Nya. Dalam tradisi...

Menumbuhkan Manusia Merdeka: Menyatukan Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Paulo Freire untuk Pendidikan Indonesia

Menumbuhkan Manusia Merdeka: Menyatukan Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Paulo Freire untuk Pendidikan Indonesia

by suluk
May 4, 2025
0

Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu atau mengisi kepala anak dengan pengetahuan. Lebih dari itu, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia....

Membaca Optimisme Masa Depan Pendidikan Indonesia

Membaca Optimisme Masa Depan Pendidikan Indonesia

by Mukani
May 1, 2025
0

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025 ini mengambil tema Partisipasi Semesta, Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua. Sejak era Presiden...

Mbah Canthing Sebagai Lurah Pertama Desa Mlorah

Filosofi Nyadran dan Akulturasi di Desa Mlorah

by Mukani
April 24, 2025
0

Tradisi nyadran di Desa Mlorah Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk tahun ini digelar hari Jumat Pahing, tanggal 25 April 2025. Ini...

Next Post
Membaca Kembali Cara Kiai Hasyim Asy’ari Menghijaukan Daerah Hitam

Moralitas Tokoh Agama (ulama') Dalam Kitab Adabul alim wal muta'allim

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Perspektif Humanis dari Dr. Dzinnun Hadi dalam Bincang-Bincang Wanita Karir

Perspektif Humanis dari Dr. Dzinnun Hadi dalam Bincang-Bincang Wanita Karir

May 15, 2025
Sejauh Kaki Melangkah, Aku Akan Akan Kembali

Sejauh Kaki Melangkah, Aku Akan Akan Kembali

May 14, 2025
Membangun Komitmen dan Menebar Berkah: Refleksi Dr. Mutrofin tentang Peran Wanita Karier di Era Modern

Membangun Komitmen dan Menebar Berkah: Refleksi Dr. Mutrofin tentang Peran Wanita Karier di Era Modern

May 14, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen

Suluk.ID © 2025