Suluk.ID
Thursday, August 21, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Pitutur

Tips Melatih Percaya Diri Saat Pidato

by Nurul Fahmi
April 28, 2021
in Pitutur
Tips Melatih Percaya Diri Saat Pidato
Share on Facebook

Suluk.id – Ketika masih duduk di bangku madrasah, pidato termasuk salah satu kegiatan yang menakutkan bagiku. Momok, kata orang. Saya termasuk orang demam panggung dan tidak bisa banyak bicara. Alhasil, kalau ada lomba pidato, saya yang angkat tangan untuk tidak ikut. Saya belum pernah sekalipun ikut lomba pidato. Walaupun mungkin sebagian menganggap guru menganggap saya mampu.

Waktu saya sekolah di MTs, pernah dipilih oleh guru bahasa Inggris untuk ikut lomba pidato bahasa Inggris, sudah diberi teks untuk dihafalkan dan sebagian sudah hafal. Tapi -alhamdulillah- tidak jadi saya yang maju. Hehe.

Kelihatannya ada “pesaing” saya. Hingga lanjut sekolah dan mondok di manapun, saya tidak pernah ikut yang namanya “lomba pidato”. Baik itu bahasa Jawa, Indonesia, Arab, Inggris, atau Korea sekalipun. Hehe.

Tapi, dalam hati, saya berpikiran kelak harus bisa pidato. Apapun dan bagaimanapun modelnya. Tidak peduli baik atau buruk kualitas orasi saya. Karena itu, walaupun saya merasa tidak punya bakat dalam berpidato. Tapi saya terus berlatih untuk bisa pidato. Latihan itu mulai terasa agak lumayan ketika mondok di Lirboyo. Ketika masih di rumah dan nyantri di Tambakberas, saya sama sekali belum pernah pidato. Di samping tidak berani manggung, rasanya susah sekali untuk keluar kata-kata ketika maju.

Saya pernah menjadi ketua panitia Halal Bi Halal Orda (Organisasi Daerah) Tuban Jamissbon Pondok Tambakberas. Saatnya sambutan pidato ketua panitia, saya mundur teratur dan saya wakilkan teman yang sudah sering ikut lomba pidato. Malah ketika itu dia guyoni saya, “kamu minta pidato gaya siapa, gaya Kiai Zainuddin MZ atau siapa”.

Di Pesantren Lirboyo, saya aktif berorganisasi, kalau di pesantren istilahnya Jam’iyyah. Mulai jamiyyah far’ul far’i (terendah), far’iyyah, wilayah, hingga pusat. Dari situ mulai agak lumayan bisa omong di depan banyak orang. Walaupun masih minim. Karena jabatan saya di organisasi umumnya kaitan dengan sekretaris.

Pernah menjadi sekretaris jam’iyyah far’iyyah, sekretaris HISBON (Himpunan Santri Bojonegoro, Tuban dan Lamongan) dan jabatan tertinggi saya ketika itu adalah sekretaris umum Pengurus Pusat (semacam OSIS) Tamatan Aliyah MHM. Lumayan sibuk ketika menjadi pengurus pusat itu. Walaupun sudah mulai berani “tampil”, tapi perlu dicatat sekali lagi, saya tidak pernah ikut lomba pidato.

Ketika masuk kuliah di STAIN Kediri, sudah mulai lumayan berani pidato. Hingga di akhirnya ketika wisuda, saya yang ditunjuk untuk pidato perwakilan mahasiswa. Padahal saya tidak ahli pidato. Saya berusaha menolak, tapi dosen saya agak memaksa. Karena ini kaitannya dengan reputasi jurusan kami, (dan ada sedikit nuansa politis. hehe) akhirnya saya mau maju, walaupun lumayan gobyos. Haha.

Bagaimana tidak grogi? sambutan saya didengar oleh ribuan orang dan juga banyak kiai, profesor, dosen, dan wali mahasiswa duduk di depan saya. Selain harus persiapan penuh materi pidato. Tak lupa merapalkan doa dan mantra. Haha. Ternyata masih gobyos.

Setelah itu, saya mulai agak pede. Pikiran saya, pidato di depan kiai dan profesor saja berani, masak di depan orang-orang biasa tidak berani. Itu pikiran yang mulai menguat. Dan ternyata ada triknya, kalau tidak berani menatap wajahnya para hadirin, lihat saja tembok kanan dan kiri, kayak melihat hadirin yang ada di sekitar. Asal jangan melihat cicak kawin di atap. Haha.

Selain trik itu, trik pertama dan paling penting adalah menguasai materi. Walaupun tidak hafal 100 persen. Itu pengalaman saya. Oiya, untuk menghilangkan grogi atau demam panggung, bisa minum segelas air putih beberapa menit sebelum naik panggung. Dan jangan lupa berdoa “robbisyroh li shodri…”. Dibaca dalam hati dengan mantap sebelum maju.

Kini, setelah saya terjun di masyarakat, saya sudah berani mengisi khutbah di masjid-masjid, mengisi seminar, pidato di pondok dan terkadang diminta sambutan pernikahan tetangga di kampung. Ini berkat latihan dan usaha yang sungguh-sungguh. Karena sebenarnya saya merasa tidak berbakat untuk pidato. Bisa pidato apa adanya saja sudah syukur alhamdulillah.

Maka sebenarnya jika kita mau berusaha dan latihan terus menerus untuk bisa pidato, insyaallah kita bisa pidato. Kiranya untuk bisa menulis juga sama dengan pidato, hanya beda obyek saja.

Jika kita mau latihan menulis dengan terus menerus dan terus berusaha, insyaallah kita akan bisa menulis dengan baik. Jika Anda tidak terbiasa menulis, maka pasti berat untuk menulis sepuluh paragraf seperti saya ini. Bisa berjam-jam untuk mikir apa yang mau dituliskan.

Tulisan ini hanya saya lakukan dalam waktu ketika menjadi pengawas ujian akhir di MA Manbail Futuh Beji Jenu Tuban. Hanya satu selai.

Nurul Fahmi

Penulis: Terompah Kiai, Pendidik dan Anggota LTN PC. NU Kab. Tuban

Tags: PidatoSantri
Previous Post

Seberkas Kenangan Bersama Romo Kiai Agus Sunyoto

Next Post

Perjalanan Sebuah Skripsi dan Ridho KH Agus Sunyoto

Related Posts

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

by Syahrul
August 20, 2025
0

Suluk.id - Lampu merah menyala. Deru kendaraan memenuhi udara, bercampur dengan suara klakson yang bersahut sahutan. Asap knalpot menebal, menusuk...

KKN, Persahabatan, dan Keluarga

KKN, Persahabatan, dan Keluarga

by Ahmad Misbakhul Amin
August 9, 2025
0

Kulon Progo, 09 Agustus 2025_ KKN selayaknya dilakukan dengan riang gembira. Riang gembira itu bisa datang dari dalam diri secara...

Menyejukkan Hati Nurani dengan Pengajian Ahad Pagi

Menyejukkan Hati Nurani dengan Pengajian Ahad Pagi

by Ahmad Misbakhul Amin
July 30, 2025
0

Kulon Progo, 27 Juli 2025. Pagi itu, tidak seperti biasanya aku bangun lebih siang ketimbang beberapa hari lalu. Aku bangun...

Mencintai Tuhan Saat Mentadabburi Al-Qur’an

Mencintai Tuhan Saat Mentadabburi Al-Qur’an

by Araffah
June 17, 2025
0

Mentadabburi Al-Qur'an sebagai sebuah proses merenungkan, memikirkan dengan seksama, atau memperhatikan dengan mendalam tentang apa yang ada dalam sebuah ayat...

Next Post
Perjalanan Sebuah Skripsi dan Ridho KH Agus Sunyoto

Perjalanan Sebuah Skripsi dan Ridho KH Agus Sunyoto

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

Di Balik Tisu Murah, Ada Harga Sebuah Kehidupan

August 20, 2025
Tampilkan Dua Tumpeng Raksasa, Pawai Budaya Etnik Indonesia SMA Negeri 1 Jombang

Tampilkan Dua Tumpeng Raksasa, Pawai Budaya Etnik Indonesia SMA Negeri 1 Jombang

August 20, 2025
Sugeng Tindak KH Muhammad Thoifur Mawardi, Senyumnya Menyejukkan Ucapannya Menenangkan

Sugeng Tindak KH Muhammad Thoifur Mawardi, Senyumnya Menyejukkan Ucapannya Menenangkan

August 19, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025