Suluk.ID
Wednesday, March 3, 2021
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
No Result
View All Result
Suluk.ID
No Result
View All Result
Home Pitutur

Upaya Meramahkan Islam: dari Kekhawatiran bersama Amrullah Ali hingga Pertemuan dengan Dedik Priyanto

by Wahyu Rizkiawan
June 3, 2019
in Pitutur
Reading Time: 3min read
0 0
0
Upaya Meramahkan Islam: dari Kekhawatiran bersama Amrullah Ali hingga Pertemuan dengan Dedik Priyanto
Share on Facebook

Tiga tahun sebelum tulisan ini ditulis, Amrullah Ali Moebin alias Aam dan saya terkejut sekaligus bersedih. Di sebuah sudut ruang kantor pemerintahan yang temboknya berwarna krem itu, kami berdua memeram rasa takut dan gemetar.

Di depan kami, seorang anak kecil berusia SD tampak begitu menikmati sajian YouTube yang menayangkan seseorang memanggul AK-47. Sementara di sebelahnya, Field Gun Tipe 59-1 berdiri kokoh menantang awang-awang.

Aam dan saya tak bisa menyembunyikan rasa takut. Kami takut entah kepada apa. Kami, tentu tidak pernah takut pada anak kecil. Tapi, barangkali, kami hanya takut pada apa yang dipikirkan anak kecil itu tentang sebuah istilah bernama jihad.

Aam dan saya masih tak mampu menyembunyikan rasa takut. Di sudut ruangan milik kantor pemerintah itu, kami rasan-rasan tentang betapa berbedanya makna jihad dalam agama Islam di mata anak kecil di depan kami. Dan entah kenapa, kami merasa khawatir.

BacaArtikel

Mengembalikan Marwah Nahdlatul Ulama (NU) Pasca Pilkada

Mengenai Pilkada, Kader NU yang Maju Mewakili Siapa?

Andai Kader NU Tak Jadi Bupati atau Wakil Bupati

Di tempat yang sama, Aam dan saya langsung menggelar diskusi sederhana, sementara anak kecil di depan kami masih asyik menonton tayangan YouTube, dan tidak pernah menyadari kami sedang membicarakannya.

Kami menyepakati jika ada kesalahpahaman makna. Bahkan ada semacam pergeseran makna jihad. Makna jihad yang kami pahami di masa kecil, berpotensi beda dengan makna jihad yang dipahami anak kecil di depan kami.

Di mana letak kesalahpahaman itu? Jika komunikan hanya objek penerima pesan, siapa subjek komunikator pengirim pesan? Atau siapa yang mewasilahi komunikasi antara komunikator dan komunikan?

Sampai di titik itu, Aam dan saya menemukan bahwa internet menjadi wasilah yang menghimpun banyak informasi tentang pergeseran makna jihad. Bahkan, melalui internet, seorang komunikator mampu menyulap makna jihad menjadi sekadar laku mengangkat senjata.

Kami mengakhiri diskusi sederhana itu dengan sebuah kesimpulan bahwa makna jihad harus kembali diramahkan melalui internet. Bahwa jihad tidak melulu memegang AK-47. Bahwa internet harus disuplai dengan informasi tentang Islam ramah.

Jika tidak mampu mensuplai konten Islam ramah, setidaknya mampu mengangkat dan membombardir internet dengan konten tokoh-tokoh Islam ramah — sebuah komitmen psikologis yang harus ditunaikan dengan berbagai macam cara, tentu saja.

Setahun sebelum tulisan ini ditulis, saya bertemu redaktur Islami.co, Dedik Priyanto, di sebuah forum yang diadakan Jaringan Gusdurian. Dalam pertemuan itu, saya menerima informasi bahwa sebagian besar referensi Islam di internet didominasi konten berbasis Islam-kanan-njedug yang teramat ekstrim. Meski, tentu saja, rupa, wajah dan namanya beragam.

Itu bisa dibuktikan dengan mudah. Dedik sempat memberikan contoh, ketika mencari keyword “jihad” dan meng-klik gambarnya, yang muncul adalah propaganda perang berlatar Timur Tengah. Padahal, istilah jihad sangat dekat dengan orang Islam dan itu tidak melulu masalah perang.

Dedik mengakui jika stamina orang-orang islam ekstrim-kanan-njedug dalam merilis referensi terkait agama Islam di internet jauh lebih masif dibanding masyarakat Islam alusan (NU-Muhammadiyah). Sebab, mereka telah memulai jalur propaganda media daring cukup lama.

Dampaknya, meski NU dan Muhammadiyah menjadi golongan mayoritas di ranah offline, mereka terkapar dari golongan Islam ekstrim-kanan-njedug di ranah online. Dan sialnya, ekstrim-kanan-njedug didominasi kelas menengah dan mereka yang tidak belajar agama sedari kecil.

Saya, lalu bertanya pada Dedik, apa yang harus dilakukan jika kondisinya sudah demikian? Kata Dedik: teman-teman yang memahami ajaran Islam ramah, atau setidaknya pernah mengenyam pelajaran di pondok pesantren, harus mulai mensuplai informasi di internet.

Banyak kitab-kitab yang bisa dinukil untuk ditulis-adaptasikan sebagai konten di internet. Sejumlah kitab seperti Ta’limul Muta’alim, Aqidatul Awam, At-Taqrib, hingga Al- Jurumiyah, kini harus mulai ditulis –dengan gaya narasi internet– agar banyak masyarakat tahu bahwa jihad tidak melulu berperang.

Banyak pula tokoh-tokoh Islam ramah — dari tokoh yang sudah dikenal banyak orang hingga kiai kampung kharismatik yang jauh dari sorotan publik — harus mulai dikenalkan pada khalayak luas, agar pemahaman tentang agama Islam dan jihad bisa kembali dipersantun.

Satu jam sebelum tulisan ini selesai ditulis, saya berpikir jika ada sedikit persamaan antara Amrullah Ali dan Dedik Priyanto. Selain keduanya memiliki tubuh besar beserta brewok yang subur, mereka berdua punya peran besar dan ide yang subur untuk kembali meramahkan pemahaman Islam. (*)

Wahyu Rizkiawan
Tags: Islam RamahJihad
Previous Post

Ujian Cadar Natasya di Acara Istri Gus Dur

Next Post

Tidak Perlu Cari Dalil Mudik, Jika Mudik itu Sungguh bermanfaat

Related Posts

Mengenai Pilkada, Kader NU yang Maju Mewakili Siapa?

Mengembalikan Marwah Nahdlatul Ulama (NU) Pasca Pilkada

by Redaksi
December 10, 2020
0

Setiap momen kontestasi politik pasti ada yang kalah dan menang. Pemandangan seperti ini merupakan hal biasa yang harus dilewati oleh...

Mengenai Pilkada, Kader NU yang Maju Mewakili Siapa?

Mengenai Pilkada, Kader NU yang Maju Mewakili Siapa?

by Wahyu Eka Setyawan
November 6, 2020
0

Sudah jelas dan gamblang, bagaimana kita diajarkan untuk tidak main-main dalam hal urusan rakyat. Jika kader NU itu serius untuk...

Andai Kader NU Tak Jadi Bupati atau Wakil Bupati

Andai Kader NU Tak Jadi Bupati atau Wakil Bupati

by Amrullah Ali Moebin
November 5, 2020
0

Sekali lagi pengandaian ini adalah bentuk antisipasi saja. Jika kelak anda-anda yang telah mengkomodifikasi NU dengan membawa bendara NU untuk...

Ngaji Gus Baha, Mengenal Kekuasaan Allah dari Kecilnya Seekor Nyamuk

Bersikap Tenang Menghadapi Pilkada Ala Gus Baha

by Ahmad Athoillah
September 13, 2020
0

KETENANGAN Gus Baha dalam menghadapi setiap persoalan hidup sudah masyhur kita dengar. Di tangan Gus Baha semua terasa ringan, mudah,...

Next Post
Tidak Perlu Cari Dalil Mudik, Jika Mudik itu Sungguh bermanfaat

Tidak Perlu Cari Dalil Mudik, Jika Mudik itu Sungguh bermanfaat

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

POPULAR

Mengenai Pilkada, Kader NU yang Maju Mewakili Siapa?

Meneguhkan Moderatisme; Agen Dakwah Rahmatan lil ‘Alamin

February 11, 2021
BAGANA NU, Gambar nu.or.id

Bencana Alam, Degradasi Lingkungan Hidup dan Peran Serta NU

February 11, 2021

Abah Isun, Kyai Kampung

January 6, 2021
Load More

MORE ON TWITTER

Suluk.ID

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan. Media ini dikelola Lembaga Ta’lif wan Nasr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) Kabupaten Tuban.

Suluk.ID © 2020 - Dibuat dengan ♥ LTN NU Tuban.

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen

Suluk.ID © 2020 - Dibuat dengan ♥ LTN NU Tuban.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In