Suluk.ID
Sunday, June 1, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Empat Dasar Ulama dalam Menjaga Otentisitas Hadis Nabi

by Redaksi
February 4, 2024
in Ngilmu
Empat Dasar Ulama dalam Menjaga Otentisitas Hadis Nabi
Share on Facebook

Suluk.id – Hadis oleh mayoritas umat Islam dalam hal berhukum diyakini dan dianggap sebagai dasar kedua. Hadis merupakan sabda, perilaku, dan perbuatan Nabi sehingga adanya keyakinan seperti ini pada hadis berimplikasi pada tata cara dan model peribadatan seorang muslim. Bukan hanya dalam urusan peribadatan, hadis juga berimplikasi pada urusan sosial kemasyarakatan, ekonomi, dan hukum. Lain dari mayoritas, terdapat kelompok minoritas tidak meyakini kedudukan hadis sebagai tendensi hukum kedua, kelompok ini dikenal sebagai kelompok Inkar As Sunnah. Tulisan ini bukan membahas paradigma keduanya, namun akan berfokus pada argumentasi dasar ulama dalam mengupayakan proses menjaga otentisitas hadis Nabi. Sekurang kurangnya dari referensi penulis terdapat empat aspek yang menjadi pilar. 

Pertama, argumentasi Al Qur’an. Al Qur’an diturunkan melalui perantara Jibril kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat. Hal ini tertera jelas dalam Surat An Nahl ayat 44. Penafsiran ayat ini dapat diambil maksud bahwasanya Nabi Muhammad saw berkewajiban menyampaikan kandungan wahyu Al Qur’an yang telah diturunkan kepada umatnya. Melalui fenomena ini dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang melekat pada diri Nabi baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan merupakan suatu risalah dari Allah Swt. Risalah dan wahyu ini wajib ditaati perintahnya, sehingga sederhananya adalah dengan mengimani Nabi artinya mengimani Allah. Cara mengimani Nabi adalah dengan mengetahui dan mengamalkan perkataan, perbuatan, serta ketetapan Nabi Muhammad saw dan dalam bahasa akademis dikenal dengan istilah hadis. 

Kedua, argumentasi hadis. Hadis sebagaimana dijelaskan di atas merupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. Beberapa riwayat hadis menceritakan betapa pentingnya seorang muslim berpegang pada hadis. Riwayat pertama berkenaan dengan haji wada’ yang pada saat itu Nabi Muhammad saw memberikan khutbah kepada sahabatnya sehingga pada waktu itu sahabat mengira bahwa khutbah ini adalah khutbah perpisahan. Isi khutbah tersebut adalah himbauan Nabi kepada umatnya untuk berpegang teguh pada sunahnya dan sunnah Khulafa Ar Rasyidin. Dalam riwayat lain juga menceritakan bahwa ketika haji wada’ beliau memberikan khutbah kepada sahabatnya untuk terus berpegang pada kitab Allah dan sunnah Nabinya. Artinya melalui dua hadis ini bisa diambil maksud bahwa integritas Al Qur’an sebagai tendensi berhukum belum lengkap ketika tidak disandingkan dengan hadis Nabi Muhammad saw. 

Ketiga, argumentasi Ijma’. Sahabat merupakan seseorang yang pernah bertemu dan hidup di zaman Nabi serta beriman kepadanya. Setelah Nabi wafat sahabat memegang tampuk kepemimpinan Islam dalam hal pemerintahan maupun aspek sosial keagamaan. Sahabat menjadi objek acuan dan panutan generasi di bawahnya yakni Tabi’in. Beberapa sahabat seperti Abu Bakar As Siddiq mengungkapkan betapa besar cintanya kepada Nabi sehingga meski menjadi Khalifah penguasa semenjak wafatnya Nabi beliau tetap merindukan dan mengidolakannya. Kedalaman cinta, kedekatan psikologis dan keilmuan ini menjadi dalil bahwa kesepakatan sahabat tentang hukum yang didasarkan pada Al Quran dan hadis merupakan hal yang wajib diimani. 

Keempat, argumentasi teologis-rasional. Ajjaj Al Khatib dalam rangka menjawab kegamangan kelompok Inkar As Sunnah mengutarakan pendapat sederhana dan mudah dicerna. Menurutnya melalui konsep rukun iman kedua yakni iman pada rasul menjadi titik kunci besar. Seseorang mengaku mengimani rasul artinya harus menerima konsekuensi termasuk di dalamnya adalah mengimani perkataan, perbuatan, dan ketetapannya. Arti sederhananya adalah seseorang beriman kepada Allah juga percaya kepada Nabi. Seseorang percaya kepada Nabi konsekuensinya harus mengimani perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi. seseorang yang mengaku iman kepada Nabi namun mengingkari hadis beliau artinya imamnya batal. 

Empat hal ini menjadi tendensi latar belakang ulama dalam memperjuangkan otentisitas hadis mati matian. Keempatnya memiliki interkoneksi sehingga hubungannya tidak dapat diputus dan berjalan dengan sendirinya. Empat konsep ini dihasilkan atas pemikiran ulama yang secara keilmuan, psikologis, dan keimanan bersambung kepada Nabi. sehingga dengan upaya ini dapat dibenarkan bahwa anggapan tidak benarnya hadis merupakan kesalahan fatal. 

Penulis : Ahmad Misbakhul Amin / Pengkaji dan Mahasiswa Ilmu Hadis

Redaksi
Redaksi

Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan

Tags: HadisIlmu HadisKeotentikan HadisUIN Tulungagung
Previous Post

Hey Kids, Kunci Sukses Ada Dua : Membaca dan Silaturahim

Next Post

Mendiskusikan Konsep Hermeneutika Sebagai Al Tajdid Al Tafsir di Era Modern

Related Posts

Kelas Akselerasi Mu’allimul Qur’an Metode Hanifa: Upaya Menstandarkan Bacaan Al-Qur’an Secara Komprehensif

Kelas Akselerasi Mu’allimul Qur’an Metode Hanifa: Upaya Menstandarkan Bacaan Al-Qur’an Secara Komprehensif

by Ahmad Misbakhul Amin
May 28, 2025
0

Dalam rangka meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur’an sekaligus menyiapkan generasi pengajar yang kompeten di bidang tahsin dan tajwid, Komunitas Hanifa Darul...

Feminisme Dalam Bingkai Syariat: Mencari Titik Temu di Tengah Ketegangan

Feminisme Dalam Bingkai Syariat: Mencari Titik Temu di Tengah Ketegangan

by Ahmad Nur Fadhil
May 27, 2025
0

Suluk.id - Narasi feminisme dan agama sering kali bersinggungan di titik yang penuh ketegangan, terutama menyangkut isu-isu terkait hak perempuan...

Pandangan NU Tentang Tadabbur Alam

Pandangan NU Tentang Tadabbur Alam

by Redaksi
May 12, 2025
0

Tadabur alam merupakan bentuk perenungan mendalam terhadap ciptaan Allah SWT yang mengajak manusia untuk menyadari kebesaran dan keagungan-Nya. Dalam tradisi...

Menumbuhkan Manusia Merdeka: Menyatukan Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Paulo Freire untuk Pendidikan Indonesia

Menumbuhkan Manusia Merdeka: Menyatukan Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Paulo Freire untuk Pendidikan Indonesia

by suluk
May 4, 2025
0

Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu atau mengisi kepala anak dengan pengetahuan. Lebih dari itu, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia....

Next Post
Mendiskusikan Konsep Hermeneutika Sebagai Al Tajdid Al Tafsir di Era Modern

Mendiskusikan Konsep Hermeneutika Sebagai Al Tajdid Al Tafsir di Era Modern

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Dibuka Pendaftaran Graduate Forum: Hadirkan Ilmuan Dalam dan Luar Negeri

Dibuka Pendaftaran Graduate Forum: Hadirkan Ilmuan Dalam dan Luar Negeri

May 29, 2025
Kelas Akselerasi Mu’allimul Qur’an Metode Hanifa: Upaya Menstandarkan Bacaan Al-Qur’an Secara Komprehensif

Kelas Akselerasi Mu’allimul Qur’an Metode Hanifa: Upaya Menstandarkan Bacaan Al-Qur’an Secara Komprehensif

May 28, 2025
Prabowo Subianto Dan Gagasan Kepemimpinan Islam : Dari Salahudin Al Ayubi Hingga Muhammad Al Fatih

Prabowo Subianto Dan Gagasan Kepemimpinan Islam : Dari Salahudin Al Ayubi Hingga Muhammad Al Fatih

May 26, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025