Suluk.id – Pusat Moderasi Beragama UIN SATU Tulungagung menggelar Workshop Moderasi Beragama Lanjutkan pada Jum’at (29/09/2023). Dalam acara tersebut, Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag., Rektor UIN SATU Tulungagung, memberikan pandangannya tentang pentingnya moderasi beragama ala Indonesia.
Dalam pandangan Prof. Maftukhin, eksplorasi keragaman budaya dan bahasa di Indonesia dapat menjadi modal untuk memahami cara beragama yang unik. Ia menganggap bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang kaya, terutama dalam ragam bahasa dan budaya.
Prof. Maftukhin memberi contoh dalam bahasa Jawa, di mana terdapat banyak kata dengan arti yang sama, tetapi penggunaannya dapat berbeda tergantung dari daerah asalnya. Dia menyebut, “di Jawa itu kan banyak kosa katanya, (contohnya) maem, dahar, madang, njeglak, badog, nguntal. Bahasa (jawa) nguntal itu saja sesama orang itu berbeda-beda, kalau orang Jawa Timur (menggunakan kata) nguntal itu kasar, kalau saya orang Jawa Tengah (menggunakan kata) nguntal itu biasa.”
Lebih lanjut, Prof. Maftukhin menjelaskan bahwa budaya adalah hasil kreativitas manusia dalam berbagai bentuk seperti seni, karya, nilai, dan kemanusiaan. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya memahami perbedaan antara aspek agama dan budaya. Sebagai contoh, ia mengungkapkan bahwa tidak ada hadis yang melarang shalat dengan menggunakan pakaian batik.
Media Sosial dan Peran Pentingnya dalam Penyebaran Moderasi Beragama
Prof. Maftukhin juga menyoroti peran media sosial dalam penyebaran moderasi beragama. Dengan pesatnya penggunaan media sosial, terdapat tantangan dalam menyampaikan narasi dan wacana agama yang sesuai. Oleh karena itu, etika bermedia sosial yang baik sangat diperlukan, terutama bagi insan akademisi seperti dosen dan mahasiswa.
Prof. Maftukhin berpendapat bahwa praktik moderasi beragama harus tercermin dalam tindakan di media sosial. “Moderasi beragama (adalah) ketika kita bermedsos yang baik, tidak harus menggunakan kata-kata moderasi beragama, tetapi langsung praktik,” ungkapnya.
Ia memberikan contoh praktik moderasi beragama dalam kegiatan seperti kenduri, di mana masyarakat Jawa Timur sering mengadakan acara pengiling-iling atau kenduri untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Prof. Maftukhin mengatakan bahwa konten seperti ini penting untuk membumikan agama, menunjukkan bagaimana Islam di Jawa Timur berbeda dari di daerah lain.
Prof. Maftukhin juga mengakhiri pandangannya dengan pesan untuk terus menyebarkan agama yang bersifat ramah, kemanusiaan, dan tidak mengancam. Menurutnya, ini adalah bentuk agama yang seharusnya diperjuangkan.
Dalam konteks yang sama, Prof. Ngainum Naim, M.H.I., Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LP2M) UIN SATU, menekankan pentingnya pembacaan dan analisis yang baik dalam menggunakan media sosial. Ia menekankan bahwa media sosial bukan lagi hanya menjadi wilayah netral, melainkan juga menjadi arena pertarungan ideologi, politik, dan ekonomi.
“Karena itulah saya kira pembacaan dan analisa itu penting sebagai modal untuk menentukan bagaimana bisa aktif kreatif tetapi juga tidak asal melakukan sesuatu yang bisa jadi malah menjadi blunder,” ungkapnya. (mrc)
Islamic digital activist. Mugi Barokah Manfaat