Dalam salah satu hadits dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim pernah melakukan tiga kali kebohongan. Pertama, ketika beliau diajak untuk merayakan hari raya kaumnya (yang kafir) beliau berkata: “aku sakit” (QS. As Saffat:89). Kedua, ketika beliau ditanya tentang siapa yang menghancurkan berhala-berhala kecil, beliau menjawab: “yang melakukannya adalah yang besar di antara mereka” (QS. Al Anbiya: 63). Dan yang ketiga, ketika Raja akan merampas istri orang lain yang cantik dan akan dijadikan selir, maka Nabi Ibrahim berkata tentang Sarah: “ia adalah saudaraku”.
Untuk bohong yang pertama, beliau menolak ajakan kaumnya dengan alasan karena sakit. Untuk soal kedua, beliau beralasan yang menghancurkan berhala kecil adalah berhala yang besar, padahal tidak, Nabi Ibrahim sendirilah yang menghancurkan berhala-berhala itu. Dan beliau menyisakan yang besar. Kebohongan yang terakhir karena jika menganggap Sarah saudara maka Raja tidak akan merampas. Akhirnya Nabi Ibrahim mengatakan kalau Sarah adalah saudaranya. Padahal sebenarnya adalah istri.
Baca juga
Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari
Pondok Pesantren Lirboyo dengan Segala Ceritanya
Apakah memang Nabi Ibrahim berbohong? Padahal sifat para Nabi adalah jujur. Bohong itu mustahil terjadi bagi mereka. Tapi kenapa ada Nabi yang berbohong? Apakah hal itu tidak mengurangi sifat kenabiannya? Mari kita bahas secara ringkas dalam paragraf berikutnya.
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud “sakit” pada kasus pertama adalah sakit hati (terhadap kaum kafir). Jadi Nabi Ibrahim sebenarnya tidak berbohong. Untuk kasus yang kedua, Nabi Ibrahim ingin mengajak berpikir bahwa berhala itu tidak bisa berbuat apa-apa. Maka tidak layak untuk disembah. Kata-kata Nabi Ibrahim itu bertujuan menyindir kaum kafir yang menyembah berhala. Jadi, dalam hal ini beliau tidak sepenuhnya bohong.
Terakhir, Sarah diakui Nabi Ibrahim sebagai saudara, ini dimaksudkan bahwa Sarah adalah saudara seiman. Karena ketika itu tidak ada orang mukmin selain mereka berdua. Dalam Alquran disebutkan bahwa orang-orang mukmin itu adalah saudara. Dalam hal ini juga Nabi Ibrahim tidak melakukan kebohongan. Wallahu a’lam.

Penulis: Terompah Kiai, Pendidik dan Anggota LTN PC. NU Kab. Tuban