Bahwa kita, atau lebih tepatnya saya terkadang lupa menangkap janji Tuhan yang akan – sudah terpenuhi. Tuhan menggunakan kata “Qad” sebagai bentuk kesungguhan atas apa yang akan terjadi, dalam hal ini bertemu dengan kata kerja yang berarti datang (“Ja’a”) dengan bentuk kata kerja mudhari’ atau bermakna sedang – sekarang.
Yang berarti Tuhan menegaskan apa yang menjadi hakNya. Dan sayangnya, ketidakajegan yang saya rasakan mengakibatkan buntu di dalam pikiran.
Maka wajar jika kondisi sedang tidak menentu, maka kegiatan yang sedang dikerjakan akan terkena imbas dari apa yang sedang dirasakan. Surat an Nisa, ayat 174 menegaskan bahwa Tuhan benar-benar mendatangkan burhan, yang dipungkasi oleh nur atau cahaya.
Objeknya adalah manusia. Dengan kata lain semua manusia menerima burhan yang kebanyakan orang mengartikan pertolongan. Dan akan menjadi satu jalan yang terang benderang, karena bersifat Cahaya.
Bahwa tiada yang sia-sia dari segala kehendak Tuhan. Oleh sebab itu pengetahuan meta – etika dalam sudut pandang cahaya di dalam Al Quran harus benar-benar dipahami. Di tengah perkembangan filsafat, Aristoteles meenyumbangkan pemikiran akal – budhi manusia.
Nichomachean Etich, menegaskan berbagai capaian batin manusia tentang satu rasa yang dinamakan “Kebahagiaan.”
Cahaya akan terlampau terang ketika dipandang dari jarak yang jauh. Dan akan menjadi gelap kemudian silau ketika terlampau dekat memandangnya. Pun kebahagiaan.
Tidakkah tukang sapu di jalan sangatlah mulia ketimbang para pengguna mobil keluaran Jerman dan kawan-kawan. Tetapi siapa yang lebih dieluh-eluhkan? Burhan dari Tuhan terpancar menjadi berbagai dimensi. Dimensi pengetahuan, dimensi akal – budhi bahkan meta – etika.
Bahkan seorang kafir tawanan perang masih memiliki nurani kemanusiaan dalam hati. Dan akhirnya Rasul melepasnya dan mengembalikan harta rampasan. Maka ketika keyakinan dalam hati berlabuh kepada Tuhan maka burhan-Nya mengalir melalui pengetahuannya melihat sikap Rasul Muhammad SAW.
Burhan lahir dengan sangat misterius. Tuhan menciptakannya dengan segala kemisteriusan-Nya. Sabda Nabi, “Tunjukkan kepadaku suatu hal sebagaimana adanya. Engkau membuat suatu hal tampak indah padahal kenyataannya sangatlah buruk. Maka tunjukka kepada kami seatu hal sebagaimana adanya. Karena hanya akan menjerumuskan kami ketika kami tiada mengetahuinya.”
Burhan datang tidak hanya sebagai ketentuan Tuhan. Ia muncul sebagai hal yang diperjalankan, sehingga manusia sebagai penerima burhan Tuhan adalaha makhluk yang diperjalankan. Menyadari situasi diperjalankan atau diperintah sangatlah sukar.
Oleh karenanya sejernih dan sebaik apapun penilaian terhadapa siapapun, tidak akan lebih baik dari penilaiannya. Sehingga burhan akan menuju siapa saja yang Tuhan kehendaki.
Siapa saja yang Tuhan inginkan. Bukan hanya kepada ia yang berjubah, berpeci atau kaya raya. Tetapi tukang bakso, pemulung dan orang yang dianggap gila oleh kebanyakan akan menerima burhan pancaran cahaya Tuhan. (*)