Suluk.ID
Wednesday, July 2, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Menantu Terbaik itu Seorang Santri

by Amrullah Ali Moebin
June 11, 2019
in Ngilmu
Menantu Terbaik itu Seorang Santri
Share on Facebook

Matahari sedang marah sepertinya. Sampai-sampai membuat bumi serasa lebih panas dari biasanya. Tapi, panas itu segera berubah menjadi adem. Saat aku berpapasan dengan bocah-bocah bersarung. Menggayuh sepeda. Ada tas kecil dikempitnya. Ati terasa maknyes.

Mereka, bocah bersarung itu. Sedang benyusuri tepi jalan. Lebih dari tiga orang. Mereka berusaha menepi karena tak ingin menghalang-halangi pengendara lainnya. Setelah melihat sebuah gapura. Mereka mulai melaju ke tengah. Berusaha menyebrang dan masuk di gang itu. Sebuah gapura yang bertuliskan sebuah pesantren di Singgahan Tuban.

Seketika saya berhenti. Memandangi kaum bersarung itu hingga semua lenyap ditelan mulut gang. Sesekali aku memotretnya secara diam-diam. Di daerah Tuban Selatan memang cukup banyak pesantren. Termasuk Singgahan yang selalu aku lintasi saat akan ke Blora. Bangilan juga tak kalah banyak. Termasuk Senori.

Seorang kawan pernah bercerita ada pesantren yang kiainya senang berpuasa di Tuban selatan. Saking rutinnya ada julukan tersendiri. Kalau tidak salah Mbah Soim. Dulu saat sang kiai memimpin pesantren.

Banyak, santri yang datang ke Singgahan. Sebuah pesantren kecil dalamnya selalu bergemuruh ilmu. Mulai ilmu pengetahuan hingga ilmu kebatinan. Semua tersedia di pesantren ini.

Singgahan adalah wilayah yang tepat untuk keberadaan pesantren. Sebab, daerah ini selalu digunakan untuk persinggahan orang-orang hebat.

Kini, aroma pesantren memang tak seperti dulu. Jumlah santri pun demikian. Namun, saat aku melihat para santri bersarung menunggang sepeda dan mengapit kitab. Sontak aku sadar aroma pesantren masih cukup kuat di tengah era kids jaman now yang sok milenial itu.

Beberapa teman yang anaknya menginjak dewasa sedang gelisah. Di tengah era serba canggih ini memilih sekolah pun menjadi sulit. Sebab, tak menjamin sekolah negeri ternama di sebuah kota bisa menjamin baik pendidikannya.

Mereka memilih pesantren sebagai alternatif untuk mendidik anaknya. Lalu, pesantren yang bagaiamana yang dipilih? Itu juga akan membutuhkan waktu lagi untuk memilihnya. Jadi, menjadikan anaknya sebagai santri sudah dianggap solusi di tengah caruk maruknya pergaulan anak muda.

Menurut beberapa literatur setidaknya ada dua pendapat yang dapat dijadikan rujukan apa santri itu. Pertama santri berasal dari kata “Santri” dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf.

Kedua, kata santri berasal dari bahasa Jawa “Cantrik” berarti seseorang yang mengikuti seorang guru kemanapun pergi atau menetap dengan tujuan dapat belajar suatu keilmuwan kepadanya.

Pendek kata mereka yang berada di pondok pesantren bisa disebut santri. Gus Mus punya pendapat lain. Kiai nyentrik ini menyebut santri bukan mereka yang mondok saja. Tapi, mereka yang memiliki perilaku seperti santri mereka juga disebut santri.

Kini santri telah menjadi mode, benarkah? Apakah hari santri benar-benar telah mengangkat derajat santri? Itu perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu. Banyaknya foto profil dengan bingkai tulisan bangga jadi santri belum bisa menjadi ukuran.

Tapi, saya berkeyakinan santri adalah makhluk segala zaman. Di era apapun santri selalu mengambil ruang. Sekarang, sejumlah santri telah mengisi pos-pos penting. Baik di tataran pemerintahan hingga pertanian.

Bagi saya, santri ibarat air. Kehadirannya bisa menyegarkan suasana. Kadang santri menjadi tanah. Siap diinjak dan ditanami. Namun akan berontak ketika diinjak atau ditanami bangunan keangkuhan penguasa. Santri bisa menjadi langit yang terus mengayomi tanpa bertanya apakah mereka berTuhan sama atau tidak.

Santri punya cara tersendiri dalam menjalani hidupnya. Di pondok mereka tak diizinkan membawa gawai. Bahkan melihat televisi. Kondisi inilah yang membuat santri harus memaksa dirinya membaca buku atau kitab.

Apa lagi yang akan mereka lihat kalau tidak buku atau kitabnya. Jadi, jangan kaget kalau santri itu gila dengan buku. Bila ada santri yang tak gandrung dengan buku perlu dipertanyakan apa yang dilakukan di pondok.

Hiburan seorang santri adalah cangrukan dan omongan-omongan sesama santri. Lumrah sekali, bila khazanah cerita unik selalu lahir dari para santri. Guyonan khas cah pondok memang selalu segar.

Bila anda sedang berburu menantu pilihlah cah pondok. Sebab, mereka adalah menantu idaman. Akhirat terjamin dan akan menjadi teman ngobrol yang mengenakkan bagi mertua.

Mertua yang baik itu memang relatif. Baik menurut siapa itu kondisional. Namun, menantu seorang santri ini akan bisa menyelami mertuanya. Dari apapun latar belakang mertuanya. Santri akan tetap woles. (*)

Amrullah Ali Moebin

Redaktur suluk.id

Tags: Menantu IdamanSantri
Previous Post

Ulil Abshar, Pendekar Barat Bergeser ke Timur

Next Post

Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Related Posts

1 Muharram dan 1 Suro:  Harmoni Budaya Jawa dan Islam dalam Refleksi Zaman

1 Muharram dan 1 Suro: Harmoni Budaya Jawa dan Islam dalam Refleksi Zaman

by Redaksi
June 25, 2025
0

Dua warisan besar yang saling merangkul, bukan bertentangan. Setiap datangnya 1 Muharram atau 1 Suro dalam penanggalan Jawa-Islam, masyarakat di...

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

by Jumari
June 20, 2025
0

1 Muharram diperingati sebagai tahun baru Islam. Tahun baru yang memiliki ragam versi dalam memeringati dan memeriahkannya. Pada kalangan masyarakat...

Urgensi Pesantren Bagi Generasi Milenial

Urgensi Pesantren Bagi Generasi Milenial

by Mukani
June 12, 2025
0

Sejarah pendidikan Islam berkembang seiring perkembangan peradaban Islam itu sendiri. Lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran setempat yang dicetuskan oleh...

Dibalik Lensa Bias : Apakah Orientalis Selalu Berdampak Negatif ?

Dibalik Lensa Bias : Apakah Orientalis Selalu Berdampak Negatif ?

by elhimmah
June 8, 2025
0

Al- Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang berhasil menarik perhatian umat manusia di planet ini. Tidak hanya dunia Timur yang menjadikan...

Next Post
Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Keteladanan Etika Dakwah KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Dalam Perspektif Qaulan dalam Al-Qur’an

Keteladanan Etika Dakwah KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy Dalam Perspektif Qaulan dalam Al-Qur’an

July 1, 2025
Bijak Bermedia, Sehat Bermental: Mahasiswa UIN SATU Didorong Jaga Kesehatan Mental Melalui Seminar Nasional

Bijak Bermedia, Sehat Bermental: Mahasiswa UIN SATU Didorong Jaga Kesehatan Mental Melalui Seminar Nasional

July 1, 2025
Biografi R.KH. Muhammad Saiful Anam

Biografi R.KH. Muhammad Saiful Anam

June 29, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025