Suluk.ID
Wednesday, September 17, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Menantu Terbaik itu Seorang Santri

by Amrullah Ali Moebin
June 11, 2019
in Ngilmu
Menantu Terbaik itu Seorang Santri
Share on Facebook

Matahari sedang marah sepertinya. Sampai-sampai membuat bumi serasa lebih panas dari biasanya. Tapi, panas itu segera berubah menjadi adem. Saat aku berpapasan dengan bocah-bocah bersarung. Menggayuh sepeda. Ada tas kecil dikempitnya. Ati terasa maknyes.

Mereka, bocah bersarung itu. Sedang benyusuri tepi jalan. Lebih dari tiga orang. Mereka berusaha menepi karena tak ingin menghalang-halangi pengendara lainnya. Setelah melihat sebuah gapura. Mereka mulai melaju ke tengah. Berusaha menyebrang dan masuk di gang itu. Sebuah gapura yang bertuliskan sebuah pesantren di Singgahan Tuban.

Seketika saya berhenti. Memandangi kaum bersarung itu hingga semua lenyap ditelan mulut gang. Sesekali aku memotretnya secara diam-diam. Di daerah Tuban Selatan memang cukup banyak pesantren. Termasuk Singgahan yang selalu aku lintasi saat akan ke Blora. Bangilan juga tak kalah banyak. Termasuk Senori.

Seorang kawan pernah bercerita ada pesantren yang kiainya senang berpuasa di Tuban selatan. Saking rutinnya ada julukan tersendiri. Kalau tidak salah Mbah Soim. Dulu saat sang kiai memimpin pesantren.

Banyak, santri yang datang ke Singgahan. Sebuah pesantren kecil dalamnya selalu bergemuruh ilmu. Mulai ilmu pengetahuan hingga ilmu kebatinan. Semua tersedia di pesantren ini.

Singgahan adalah wilayah yang tepat untuk keberadaan pesantren. Sebab, daerah ini selalu digunakan untuk persinggahan orang-orang hebat.

Kini, aroma pesantren memang tak seperti dulu. Jumlah santri pun demikian. Namun, saat aku melihat para santri bersarung menunggang sepeda dan mengapit kitab. Sontak aku sadar aroma pesantren masih cukup kuat di tengah era kids jaman now yang sok milenial itu.

Beberapa teman yang anaknya menginjak dewasa sedang gelisah. Di tengah era serba canggih ini memilih sekolah pun menjadi sulit. Sebab, tak menjamin sekolah negeri ternama di sebuah kota bisa menjamin baik pendidikannya.

Mereka memilih pesantren sebagai alternatif untuk mendidik anaknya. Lalu, pesantren yang bagaiamana yang dipilih? Itu juga akan membutuhkan waktu lagi untuk memilihnya. Jadi, menjadikan anaknya sebagai santri sudah dianggap solusi di tengah caruk maruknya pergaulan anak muda.

Menurut beberapa literatur setidaknya ada dua pendapat yang dapat dijadikan rujukan apa santri itu. Pertama santri berasal dari kata “Santri” dari bahasa sansekerta yang artinya melek huruf.

Kedua, kata santri berasal dari bahasa Jawa “Cantrik” berarti seseorang yang mengikuti seorang guru kemanapun pergi atau menetap dengan tujuan dapat belajar suatu keilmuwan kepadanya.

Pendek kata mereka yang berada di pondok pesantren bisa disebut santri. Gus Mus punya pendapat lain. Kiai nyentrik ini menyebut santri bukan mereka yang mondok saja. Tapi, mereka yang memiliki perilaku seperti santri mereka juga disebut santri.

Kini santri telah menjadi mode, benarkah? Apakah hari santri benar-benar telah mengangkat derajat santri? Itu perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu. Banyaknya foto profil dengan bingkai tulisan bangga jadi santri belum bisa menjadi ukuran.

Tapi, saya berkeyakinan santri adalah makhluk segala zaman. Di era apapun santri selalu mengambil ruang. Sekarang, sejumlah santri telah mengisi pos-pos penting. Baik di tataran pemerintahan hingga pertanian.

Bagi saya, santri ibarat air. Kehadirannya bisa menyegarkan suasana. Kadang santri menjadi tanah. Siap diinjak dan ditanami. Namun akan berontak ketika diinjak atau ditanami bangunan keangkuhan penguasa. Santri bisa menjadi langit yang terus mengayomi tanpa bertanya apakah mereka berTuhan sama atau tidak.

Santri punya cara tersendiri dalam menjalani hidupnya. Di pondok mereka tak diizinkan membawa gawai. Bahkan melihat televisi. Kondisi inilah yang membuat santri harus memaksa dirinya membaca buku atau kitab.

Apa lagi yang akan mereka lihat kalau tidak buku atau kitabnya. Jadi, jangan kaget kalau santri itu gila dengan buku. Bila ada santri yang tak gandrung dengan buku perlu dipertanyakan apa yang dilakukan di pondok.

Hiburan seorang santri adalah cangrukan dan omongan-omongan sesama santri. Lumrah sekali, bila khazanah cerita unik selalu lahir dari para santri. Guyonan khas cah pondok memang selalu segar.

Bila anda sedang berburu menantu pilihlah cah pondok. Sebab, mereka adalah menantu idaman. Akhirat terjamin dan akan menjadi teman ngobrol yang mengenakkan bagi mertua.

Mertua yang baik itu memang relatif. Baik menurut siapa itu kondisional. Namun, menantu seorang santri ini akan bisa menyelami mertuanya. Dari apapun latar belakang mertuanya. Santri akan tetap woles. (*)

Amrullah Ali Moebin

Redaktur suluk.id

Tags: Menantu IdamanSantri
Previous Post

Ulil Abshar, Pendekar Barat Bergeser ke Timur

Next Post

Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Related Posts

Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

Lebih Dulu Menikah atau ke Mekah? 

by Muchamad Rudi C
September 10, 2025
0

Aja-aja ada memang pertanyaannya. Memang terlihat sepele, tapi menjadi bahan diskusi menarik bahkan sampai serius. Pertanyaan itu muncul ketika saya...

Mengawal Informasi Demonstrasi di Platform

Mengawal Informasi Demonstrasi di Platform

by Muchamad Rudi C
September 3, 2025
0

Kepedulian masyarakat kepada negara hingga sampai golongan akar rumput. Terbukti dengan salah satunya obrolan tentang wacana demonstrasi bulan Agustus 2025...

Memahami Tren Wacana Untuk Penyampaian Pesan Dakwah Islam

Memahami Tren Wacana Untuk Penyampaian Pesan Dakwah Islam

by Abdur Rohman Assidiis
August 19, 2025
0

Suluk.id, Akhir-akhir ini, dunia jagat maya sedang digencarkan oleh wacana perbincangan filsafat. Hal ini dipicu oleh salah satu sosok yang...

Memaknai Tiga Ekspresi Kemerdekaan

Memaknai Tiga Ekspresi Kemerdekaan

by Nur Aziz Muslim
August 9, 2025
0

Kemerdekaan bukan sekadar hanya bebas dari penjajahan secara fisik, akan tetapi harus dimaknai sebagai suatu keadaan yang disitu bebas dari...

Next Post
Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Menjadi Alumni Pondok Sarang, Meskipun Hanya Sehari

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Lima Keutamaan Bagi Orang Yang Senang Mendengarkan Kisah Maulid Nabi

Lima Keutamaan Bagi Orang Yang Senang Mendengarkan Kisah Maulid Nabi

September 16, 2025
Asah Literasi Kader Muda, LTN NU Rejoso Gelar Pelatihan Menulis Berita

Asah Literasi Kader Muda, LTN NU Rejoso Gelar Pelatihan Menulis Berita

September 15, 2025
Peringatan Maulid Nabi di PP Al Bidayah Tulungagung, Prof. Abad Badruzzaman: Empat Alasan Bershalawat Kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW

Peringatan Maulid Nabi di PP Al Bidayah Tulungagung, Prof. Abad Badruzzaman: Empat Alasan Bershalawat Kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW

September 13, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025