Suluk.id, Tulungagung – Scholarship Station, Jurusan Dakwah Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung menghadirkan kisah inspiratif dari Syahril Siddik, Ph.D, penerima beasiswa LPDP Kementerian Keuangan RI yang menempuh program magister dan doktoral di Leiden University, Belanda. Acara yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube SATU TV pada Jumat, 2 Mei 2025 tersebut menjadi oase motivasi bagi para mahasiswa dan akademisi yang bermimpi melanjutkan studi ke luar negeri.
Dengan gaya bicara yang hangat dan sesekali diselingi tawa, Syahril membagikan perjalanan panjangnya menembus dunia akademik internasional, serta berbagai tantangan dan pelajaran yang ia petik selama studi di Negeri Kincir Angin. Ia mengawali dengan cerita tentang pentingnya persiapan matang, terutama bagi mahasiswa tingkat sarjana (S1) yang berniat meraih beasiswa.
“Kita harus banyak menggali informasi tentang beasiswa, bukan hanya sekadar tahu, tapi benar-benar memahami syarat dan tantangannya,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya membangun portofolio sejak dini, tak hanya melalui nilai akademik, tetapi juga melalui keaktifan dalam organisasi, penulisan karya ilmiah maupun populer, serta keterlibatan dalam kegiatan sosial.
Syahril menggarisbawahi bahwa keberanian untuk mencoba adalah modal utama. Ia mendorong mahasiswa untuk tidak ragu mendaftar beasiswa meski merasa belum sempurna dari segi nilai atau pengalaman. “Filosofinya sederhana, kalau tidak mendaftar ya pasti tidak akan dapat. Tapi kalau berani mencoba, kita membuka satu peluang. Kenapa tidak?” ungkapnya.
Terkait tantangan studi di luar negeri, Syahril menyoroti ritme akademik yang sangat menuntut. Di Belanda, mahasiswa dihadapkan pada tugas-tugas akademik berat, seperti membaca dan mendiskusikan lima artikel ilmiah dalam seminggu. Sistem perkuliahan yang aktif menuntut mahasiswa siap berdiskusi secara kritis setiap waktu. Namun, menurutnya, semua bisa dihadapi jika telah mempersiapkan diri, khususnya dari sisi penguasaan bahasa Inggris.
Menjalani studi S3 juga memiliki tantangan tersendiri, terutama dalam menjaga konsistensi dan komitmen. Ia menyebut studi doktoral sebagai “roller coaster” akademik dan emosional. “Ph.D yang baik itu ya yang selesai. Bukan yang hanya ada dalam benak pikiran. Kuncinya adalah menulis dan menyelesaikan disertasi, walau berat, tetap harus dijalani.” terangnya.
Ketika ditanya mengenai pengalaman paling berkesan selama studi di luar negeri, Syahril menyebut momen ketika ia bisa berdiskusi langsung dengan para ilmuwan kelas dunia. Ia mengungkapkan bahwa dunia akademik di Belanda sangat menjunjung tinggi respek terhadap mahasiswa. Bahkan dalam ujian atau presentasi, para profesor justru membangun semangat melalui kritik yang membangun, bukan menghakimi.
“Itu memberi rasa percaya diri. Kita merasa diakui, dihargai, dan yang paling penting, masukan dari mereka sangat konstruktif, bukan menjatuhkan,” ujarnya.
Dari sisi kehidupan sehari-hari, Syahril menepis anggapan bahwa muslim akan kesulitan beradaptasi di negara Barat. Ia justru merasakan hal sebaliknya. Di Belanda, makanan halal mudah ditemukan, masjid banyak, dan komunitas muslim internasional sangat aktif. Pentingnya tidak terisolasi dalam komunitas Indonesia saja.
“Kita bisa belajar banyak tentang keanekaragaman dan bagaimana menjadi muslim yang terbuka dalam perbedaan. Kita harus berani keluar dari zona nyaman, ikut jaringan mahasiswa internasional, ikut promosi budaya Indonesia, dan mengasah kemampuan bahasa serta jejaring global,” jelasnya.
Bagi mereka yang berkuliah sambil membawa keluarga, Syahril menekankan perlunya kesiapan mental dan manajemen waktu. Meski menjadi sumber semangat, kehadiran keluarga bisa menjadi tantangan. “Ada yang cepat lulus karena fokus tanpa keluarga, ada juga yang justru semangat karena didampingi keluarga. Semua tergantung kesiapan pribadi,” katanya.
Secara keseluruhan, Syahril Siddik menegaskan bahwa kunci utama studi di luar negeri adalah keberanian mencoba, kesiapan menghadapi dinamika baru, serta komitmen untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai. “Adaptasi dan ketahanan mental itu sangat penting. Kita tidak hanya belajar akademik, tapi juga belajar hidup,” pungkasnya.
Melalui Scholarship Station, Jurusan Dakwah FUAD UIN SATU tidak hanya memperluas wawasan mahasiswa tentang peluang studi luar negeri, tapi juga menanamkan semangat dan strategi praktis untuk menjemput masa depan yang lebih luas. Bagi para pejuang mimpi beasiswa, kisah Syahril Siddik adalah bukti nyata bahwa mimpi bisa jadi nyata, asal berani melangkah dan konsisten berjuang.(mrc).
Islamic digital activist. Mugi Barokah Manfaat