Tepat di usia 94 tahun ini, Nahdlatul Ulama tidak hanya semakin matang, tetapi juga semakin menegaskan sebagai ormas yang penuh canda tawa. Sebagaimana tahlilan, yasinan, dan shalawatan, humor merupakan tradisi NU yang selalu terjaga kelestariannya. Sepertinya, sel-sel humor dalam tubuh NU aktif membelah, terus bereproduksi tanpa henti, bermutasi, hingga semakin adaptif terhadap perubahan cuaca dan iklim global.
Mengapa NU itu lucu? Ya memang sudah dari sononya, sudah gawan bayi atau karena faktor genetik. Jika NU tidak lucu, justru menjadi contradictio in terminis, menyalahi adat.
Tengoklah bagaimana para kyai NU dalam berdakwah. Humor-humor segar selalu muncul di manapun saat para kyai dan santri berkumpul. Baik di forum pengajian, rapat-rapat NU, bedah buku, bahkan di acara yang dikemas secara serius seperti seminar dan bahtsul masail. Cerita berikut bisa jadi salah satu gambaran.
Suatu waktu di forum Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur saat Kiai Hasyim Muzadi menjabat sebagai Ketua PWNU, ada bahasan soal hukum nikah via internet. Saat itu awal ramai-ramainya orang membincangkan dan menggunakan internet.
Dari hasil Bahtsul Masail, PWNU Jawa Timur memutuskan bahwa pernikahan lewat internet hukumnya haram dengan merujuk pada kitab-kitab yang telah ada, di bab apa, dan di halaman berapa.
Gus Dur, selaku Ketua Umum PBNU hadir pada kesempatan itu. Dalam forum, Gus Dur justru menyangkal keputusan Bahtsul Masail terkait haramnya menikah lewat internet tersebut.
“Para ulama di sini ini ndak canggih. Masa nikah lewat internet haram,” tutur Gus Dur.
Saat itu juga para kiai, semua peserta dalam forum terdiam.
“Nikah lewat internet itu boleh,” jelas Gus Dur.
Sebagian kiai bingung, sebagian menolak dalam diam, sebagian lagi berpikir menangkap maksud Gus Dur.
“Asal bersetubuhnya juga lewat internet,” seloroh Gus Dur disusul derai tawa para peserta bahtsul masail.
Para kyai yang piawai melempar humor terdistribusi secara merata mulai dari tingkat ranting hingga tingkat pusat, dari NU generasi awal hingga generasi milenial. Tanpa disadari, tradisi humor tersebut membentuk ikatan emosional dan simpul ideologis yang mempertegas identitas NU itu sendiri.
Mengapa humor mendapat tempat istimewa di NU? Penting diutarakan oleh Gus Baha’ bahwa humor merupakan salah satu metode dakwah NU dalam membumikan ajaran Islam. Berdakwah dengan diselingi humor akan membuat orang senang dan kemudian tertarik dengan Islam. Jika orang sudah senang, maka beragama menjadi riang. Tak heran setiap pulang pengajian, wajah jama’ah NU selalu berseri-seri. Sementara di sisi lain, ada juga yang pulang pengajian, tetapi yang dibawa malah hawa permusuhan.
Melalui humor, orang-orang NU menjalin dialog peradaban, melintasi sekat-sekat perbedaan suku, budaya, bahkan agama. Tak heran NU mampu bergaul secara dinamis dengan siapapun. Itulah salah satu alasan mengapa Robbin Bush menyebut NU piawai bermain dansa, sehingga sulit dibatasi pada posisi tertentu.
Akan tetapi, bagi orang yang sulit tertawa, humor dianggap pelecehan, tertawa dianggap menghina. Orang sering salah paham, menuduh NU menertawakan agama, padahal yang ditertawakan adalah perilaku beragamanya. “Agama koq dibuat guyonan” kata penuduhnya. NU membalas santai, “lha dari pada situ, agama dibuat menyeramkan”.
Sejatinya, semua orang berpeluang untuk bermusuhan. Beda agama, beda ormas, beda pilihan politik, beda status sosial, maupun segala perbedaan yang potensial menjadi titik tengkar. Jika tidak ada yang berikhtiar untuk menarik dalam satu garia lucu, maka yang terjadi adalah sama-sama mecucu.
Selamat Harlah NU.

Anggota Lajnah Ta’lif Wan Nasyr PCNU Kabupeten Tuban