Suluk.ID
Sunday, June 22, 2025
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
Suluk.ID
Home Ngilmu

Perjuangan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dalam Bingkai Metode Belajar ala Pesantren

by Redaksi
August 18, 2023
in Ngilmu
Metode pembelajaran syawir dilakukan para santri dengan gembira.

Metode pembelajaran syawir dilakukan para santri dengan gembira.

Share on Facebook

Suluk.id – Setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tugas pertama bangsa Indonesia adalah membentuk tatanan masyarakat yang memiliki tradisi berbasis pada kearifan lokal dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan  bangsa sebagai salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia dapat diwujudkan dengan agenda dan gerakan visioner pada penguatan literasi. Keilmuan yang dipelajari anak bangsa dalam rangka mengisi kemerdekaan sudah diperjuangkan mati matian oleh Founding Father bangsa ini. Agenda penguatan literasi kepada pemuda Indonesia bisa dalam bentuk apapun, salah satunya dengan pemahaman terhadap kitab turats. Pengajian kitab kuning (turats) menjadi salah satu kegiatan yang dapat menakar upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Isi kitab kuning bukan hanya membicarakan mengenai hukum Islam atau yang berkaitan dengan surga dan neraka. Namun substansinya  jika dianalisis dan didiskusikan lebih lanjut  akan selaras dengan berbagai problem kehidupan yang terjadi di masa kini (Gustav Brown, 2019).

Keilmuan yang didapatkan dari mengkaji (ngaji) dan memahami kitab turats serta mengaplikasikannya dapat  menjadi upaya preventif kebodohan bangsa. Bukan hanya perihal isi dan maksud, metode belajar mengajar kitab kuning ini juga dapat dilaksanakan oleh warga masyarakat. Termasuk sebagai  bahan mengisi kemerdekaan. Lebih lanjut, kegiatan Ngaji yang dilanggengkan secara terus menerus, tidak memungkinkan akan berubah menjadi tradisi. Tradisi  di masa mendatang merupakan cerminan dari apa yang dilakukan  pada masa kini. Apabila seseorang sekarang berusaha mentradisikan keilmuan maka kecerdasan bangsa pun di masa mendatang cenderung akan mudah didapatkan. Dengan hal ini pula bangsa Indonesia akan berjalan pada rel sesuai cita cita pendiri bangsa.

Tradisi Ngaji merupakan salah satu jawaban cita cita bangsa yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Kegiatan ngaji kitab turats, saat ini masih identik dengan kegiatan yang ada di pondok pesantren, terutama pesantren salaf. Namun tak jarang pula akibat perkembangan zaman, metode ngaji pesantren salaf diadopsi dalam berbagai cara. Seperti dalam majlis ta’lim non pesantren, hingga merambah ke dunia media sosial. Walaupun demikian terdapat metode belajar mengajar yang sudah menjadi ciri khas ala pesantren karena dianggap efektif dan dapat dilakukan pada setiap zaman. Lebih dari itu, makna filosofis dari metode pembelajarannya dapat digali lebih dalam.

Pertama, metode Ngaji bandongan. Pengajian ini dilakukan dengan konsep seorang Kyai atau ustadz mengajar dengan membaca teks redaksi isi kitab disertai maknanya (makna pegon) . Tugas santri atau audience adalah menyimak dan mencatat makna yang sudah dibacakan oleh sang ustadz. Selain membaca dan memaknai, ustadz akan menerangkan isi kitab ke dalam bahasa yang mudah dipahami. Terkadang diselingi dengan contoh, cerita, hingga guyonan agar santri tidak mudah bosan. Tetapi tidak sampai menutup substansi inti dari materi. Hal tersebut menjadi keunikan serta ketertarikan tersendiri. 

Pemaknaan lebih luas, ngaji bandongan juga sarat akan  nilai yang terkandung dan dapat diimplementasikan pada kehidupan bermasyarakat. Misalnya Ustadz yang membaca dan memaknai serta menjelaskan maksud dari kitab tersebut artinya dia sedang menunjukkan jalan kebenaran, memberikan petunjuk, mengarahkan dan membimbing. Artinya pemimpin bangsa di semua lapisan masyarakat idealnya orang yang harus dapat menunjukkan, mengarahkan, dan mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. Santri yang menyimak penjelasan ustadz dapat dipahami bahwa tugas orang yang dipimpin harus patuh terhadap petunjuk pemimpin yang benar. 

Kedua, Ngaji Sorogan yakni metode pengajian dengan konsep di mana santri akan dituntut mencari arti kata per kata dalam redaksi kitab yang ditelaah sebelumnya. Kemudian menjelaskan kembali maksud dari kata atau beberapa kalimat yang telah dibaca.  Singkatnya, santri membaca dan menelaah kembali apa yang sudah diterima dari Ustadz sebelumnya. Kemudian mereka praktik membaca dengan disimak oleh seorang Ustadz guna mengoreksi bacaan dan pemahaman santri santri yang di-sorog (menyodorkan kitab atau diri kepada Ustadz). Makna Filosofi dari metode ngaji seperti ini adalah seorang warga negara dituntut untuk lebih aktif dan inovatif dalam setiap langkah dan aspeknya. Sikap aktif dan inovatif ini akan membawa masyarakat kepada peradaban yang lebih modern didukung perkembangan arus globalisasi era ini. Globalisasi sudah membaur menjadi satu dengan kehidupan, maka warga negara diwajibkan dapat berkolaborasi dengan zaman dan tempatnya. Senada dengan istilah dari Abuya Sayyid Muhammad Al Maliki “Yanbaghi li tholibil ilmi an yakuna aliman bi makanihi wa arifan bi zamanihi”, wajib hukumnya bagi seorang pencari ilmu mengetahui keadaan yang ditempatinya dan bijaksana terhadap kondisi di zamannya (Muhamad Arif, 2020).

Ketiga, pasti kita tidak asing dengan Ngaji Kilatan yakni metode pengajaran sama dengan sistem Ngaji Bandongan. Namun perbedaannya,  ada pada cara membacanya. Seperti halnya “kilat” yang diidentikkan dengan kecepatan, maka pengajian dengan metode Ngaji Kilatan akan dibaca dengan cepat. Jika ngaji bandongan  Ustadz membaca, memaknai, dan menjelaskan dengan “kalem” dan detail, maka ketika kilatan Ustadz membaca dengan cepat dan hanya dengan   penjelasan singkat. Metode ini secara tidak langsung  mengajarkan untuk bisa terampil dan cepat   dalam menyimak atau menyelesaikan sebuah masalah. Pada zaman  serba instan ini,  upaya  melakukan sebuah pekerjaan dan kewajiban juga membutuhkan kecepatan  tanpa harus mengurangi nilai kesempurnaan.

Keempat, Syawir yakni metode pemahaman kitab turats dengan cara bermusyawarah atau  istilah lain dikenal dengan Bahtsul Masail. Para santri akan bermusyawarah  membahas mengenai substansi dari kitab yang dibaca. Seiring dengan berkembangnya zaman,  pemaknaan kitab butuh untuk dikontekstualkan  pada  problem yang terjadi di masyarakat. Agenda Syawir ini pula akan banyak membahas problem tersebut sehingga menghasilkan jawaban solusi permasahan  masyarakat (Dietrich Jung, 2023). Makna syawir ini menandakan  bahwa masyarakat Indonesia dihimbau untuk bermusyawarah dalam rangka menyelesaikan persoalan. Melalui forum seperti ini seseorang juga dapat belajar mendengarkan pendapat atau masukan dari orang lain dengan rasa hormat dan menghargai.

Bercermin dengan kehidupan dan metode pengajian ala pesantren, seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra bahwa pesantren sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan  pada perjalanan  negeri ini. Karena kontribusi yang diberikannya sudah sangat besar.4 Metode yang digunakan untuk mengkaji kitab dalam rangka penguatan pemahaman kitab turats ternyata dapat pula diambil nilai-nilai nya untuk diterapkan di kehidupan  masyarakat. Cara belajar mengajar di atas patut untuk diaplikasikan dengan harapan agar kemerdekaan yang sudah didapatkan diisi dengan hal yang positif dan bermanfaat. Aspek berkelanjutan akan menjadi tantangan bangsa ini.  Namun usaha  mempertahankan integritas dan pola pikir yang terkandung pada metode pengajian kitab turats dapat menjawab tantangan mencerdaskan kehidupan bangsa.

 

Makalah di atas menjadi pemenang juara 1 lomba esai nasional yang diselenggarakan oleh STAI MAS Tulungagung. Ditulis oleh Ahmad Misbakhul A. (kader NU Kab. Tuban) yang sekarang sedang menempuh pendidikan perguruan tinggi di UIN SATU. 

Redaksi
Redaksi

Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan

Tags: Kitab KuningPESANTRENpondok pesantrenturats
Previous Post

UIN SATU Tulungagung Pecahkan Rekor MURI Lukisan Kaligrafi Terpanjang 1.500 Meter

Next Post

Teruntuk Mahasiswa yang Jungkir Balik Saat Skripsian dan Tersenyum Saat Wisudaa

Related Posts

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

by Jumari
June 20, 2025
0

1 Muharram diperingati sebagai tahun baru Islam. Tahun baru yang memiliki ragam versi dalam memeringati dan memeriahkannya. Pada kalangan masyarakat...

Urgensi Pesantren Bagi Generasi Milenial

Urgensi Pesantren Bagi Generasi Milenial

by Mukani
June 12, 2025
0

Sejarah pendidikan Islam berkembang seiring perkembangan peradaban Islam itu sendiri. Lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran setempat yang dicetuskan oleh...

Dibalik Lensa Bias : Apakah Orientalis Selalu Berdampak Negatif ?

Dibalik Lensa Bias : Apakah Orientalis Selalu Berdampak Negatif ?

by elhimmah
June 8, 2025
0

Al- Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang berhasil menarik perhatian umat manusia di planet ini. Tidak hanya dunia Timur yang menjadikan...

Permasalahan Mental Bukan Hanya Soal Ibadah

Permasalahan Mental Bukan Hanya Soal Ibadah

by elhimmah
June 8, 2025
0

Mengalami permasalahan mental adalah hal yang manusiawi dan perlu untuk ditangani. Dengan memiliki pengetahuan tentang kesehatan mental khususnya diri sendiri...

Next Post
Teruntuk Mahasiswa yang Jungkir Balik Saat Skripsian dan Tersenyum Saat Wisudaa

Teruntuk Mahasiswa yang Jungkir Balik Saat Skripsian dan Tersenyum Saat Wisudaa

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Sosial Media

Terkait

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

Tradisi 1 Muharram: Simbol Spiritualitas Islam Dan Budaya Jawa

June 20, 2025
LAZISNU Grogol Salurkan Beasiswa Prestasi bagi Pelajar Jenjang Dasar

LAZISNU Grogol Salurkan Beasiswa Prestasi bagi Pelajar Jenjang Dasar

June 20, 2025
Bekal Mengahadapi Akhir Zaman: Cinta Kepada Kanjeng Nabi

Bekal Mengahadapi Akhir Zaman: Cinta Kepada Kanjeng Nabi

June 18, 2025
Suluk.id - Merawat Islam yang Ramah

Suluk.id termasuk media alternatif untuk kepentingan dakwah. Dengan slogan Merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan.

Suluk.ID © 2025

  • Redaksi
  • Tentang
  • Disclaimer
  • Kerjasama
  • KIRIM TULISAN
No Result
View All Result
  • Home
  • Ngilmu
  • Pitutur
  • Kekabar
  • Panutan
  • Pepanggen
  • Kirim Tulisan

Suluk.ID © 2025