Suluk.id – Al Qur’an datang membawa ketentraman kepada manusia melalui dalil-dalilnya. Dalil tersebut kemudian ditafsirkan pula menggunakan beberapa teks hadis sehingga menghasilkan suatu produk hukum yang dikenal dengan istilah Fikih. Keduanya menjadi sumber data yang bersifat qath’i atau pasti. Walaupun dalam proses menghendaki adaptasi terhadap fakta empiris karena tuntutan relevansi zaman. Penjabaran sketsa pembuatan hukum seperti ini perlu untuk dijelaskan, karena fenomena beberapa sekelompok muslim yang dengan kekeh mengajak kembali pada Al Qur’an dan Hadis namun secara eksplisit mengajak pula meninggalkan Fikih.
Fikih dilihat dari segi etimologi bermakna pengetahuan. Sedangkan secara terminologi merupakan ilmu tentang syariat yang dihasilkan dari metode ijtihad. Melihat penjelasan di atas tentunya fikih berasal dari dalil yang difirmankan Allah dalam Al Qur’an dan beberapa sabda Nabi sebagai sebuah hadis. Dari sini berarti, menggunakan Fikih (hukum) sama dengan mengamalkan Al Qur’an dan Hadits. Begini penjelasannya.
Pertama, Allah SWT berfirman melalui Al Qur’an. Perlu diketahui bahwa ketika Allah berfirman, maka dibutuhkan sebuah penafsiran untuk mempermudah pemahaman manusia sebagai makhluk. Alat penafsirnya berasal dari Hadis Nabi. Hadis memiliki beberapa fungsi terhadap Al Qur’an salah satunya sebagai bayan tafsir yang bertugas membantu menjelaskan isi dari Al-Qur’an. Pemaknaan ayat Al Qur’an perlu dijelaskan menggunakan hadis mengingat perantara turunnya wahyu adalah Jibril. Kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad selanjutnya disyariatkan kepada seluruh umat Islam.
Kedua, dalam rangka menganalisis teks hadis maka membutuhkan beberapa disiplin keilmuan lainnya. Di antaranya Ilmu Musthalah Hadis yang digunakan untuk mengetahui kualitas keshahihan hadits, Ilmu Ma’anil Hadis untuk mengetahui makna hadis, Ilmu Takhrij Al Hadis yang berfungsi melacak tempat hadis dalam suatu kitab, Ilmu Mukhtalif Hadis untuk menyelesaikan hadis yang tampak bertentangan, dan Ilmu Naqdul Hadis yang digunakan sebagai kritik hadis. Tanpa beberapa ilmu tersebut maka sebuah Hadis tidak akan terdeteksi kualitasnya. Kualitas hadis ini sangat penting karena berdampak dalam menghasilkan sebuah hukum. Setelah mengetahui kualitas hadis shahih dan maqbul maka dalil Al Qur’an dan Hadis dapat menjadi dasar pembuatan produk Fikih (hukum) dengan melihat Ushul Fikih.
Ushul Fikih ini berfungsi untuk mereduksi, memilih serta menghubungkan hukum dengan data dalam Al Qur’an, Hadis dan fakta empiris di lapangan sebagai konteks. Akhirnya, setelah melalui proses tersebut muncullah sebuah produk hukum bernama fikih. Melihat penjabaran dihasilkannya sebuah hukum maka dapat diketahui pula bahwa ketika seseorang berbicara “Ayo kita kembali pada Al Qur’an dan sunnah” artinya juga mengajak untuk menguatkan dimensi fikih karena ketiganya saling berhubungan, bukan justru meninggalkannya. Wallahu A’lam.
Penulis : Ahmad Misbakhul Amin
Editor : Muchamad Rudi C
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan