Suluk.id, Tulungagung – Di tengah derasnya arus modernitas dan tuntutan produktivitas zaman, perbincangan seputar posisi dan pilihan perempuan dalam kehidupan sosial dan domestik tetap menjadi tema yang hangat dan sarat makna. Hal inilah yang menjadi inti diskusi dalam acara “Bincang-Bincang Wanita Karir”, sebuah forum reflektif yang digelar oleh Jurusan Dakwah Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, melalui siaran langsung di kanal YouTube SATU TV.
Salah satu narasumber utama dalam forum ini adalah Dr. Dzinnun Hadi, M.Pd, Sekretaris Jurusan Dakwah FUAD UIN SATU, yang menyampaikan pandangan filosofis sekaligus praktis tentang peran perempuan, baik sebagai wanita karir maupun sebagai ibu rumah tangga.
Dalam paparannya, Dr. Dzinnun mengajak audiens untuk mengubah sudut pandang dalam memahami posisi perempuan, dari paradigma “memilih salah satu peran” menjadi paradigma “mengelola amanah dalam berbagai peran”.
“Perempuan bukan makhluk satu dimensi. Ia memiliki ruang berpikir, ruang perasaan, dan ruang keyakinan,” ungkap Dr. Dzinnun. “Tolak ukur kesalehan sosialnya tidak terletak pada apakah dia di rumah atau di luar rumah, tapi pada bagaimana ia menjaga amanah dari peran yang dipilihnya dengan tulus.”
Dr. Dzinnun menolak gagasan bahwa perempuan harus memilih antara menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir. Baginya, membangun narasi yang memaksa perempuan untuk memilih hanya satu adalah bentuk simplifikasi dari kompleksitas hidup manusia. Ia menyebut pentingnya memberi ruang bagi perempuan untuk mengelola peran, bukan membatasi pilihan.
“Ini bukan tentang siapa yang lebih baik. Ini tentang bagaimana seorang perempuan memaknai aktivitasnya sebagai ladang keberkahan,” jelasnya. “Selama ia ikhlas dan bertanggung jawab, maka tidak ada yang perlu dipertentangkan antara peran di ranah domestik dan publik.”
Mengambil refleksi dari kehidupan pribadi, Dr. Dzinnun mengungkapkan bahwa ia mengenal sosok istrinya dalam kondisi sudah bekerja. Hal itu tidak menjadi masalah, karena justru sejak awal ia membangun komitmen untuk saling menghargai dan menjalani peran masing-masing.
“Saya melihat relasi itu bukan soal saling mencintai saja, tetapi ada saatnya seseorang mengambil peran mencintai dan di saat lain mengambil peran dicintai,” tuturnya. “Peran itu bisa berganti sesuai kebutuhan dan situasi. Itu yang membuat hubungan menjadi sehat dan adaptif.”
Konsep ini, menurutnya, lebih realistis dan menghindari jebakan klaim seperti “aku yang paling peduli, aku yang paling banyak berkorban.” Dengan membagi peran secara fleksibel, masing-masing pihak bisa memberikan yang terbaik, dan ketika ada kekurangan, pasangan bisa saling memaklumi dan mendukung.
Dalam bagian yang lebih personal, Dr. Dzinnun menjawab pertanyaan seputar persepsi masyarakat bahwa wanita karir “idealnya” mendapatkan pasangan yang kariernya lebih tinggi. Ia menanggapi hal ini dengan perspektif yang sangat egaliter.
“Setiap orang tentu punya rasa dan harapan, tapi harapan yang tidak realistis justru bisa menjadi sumber penderitaan,” ujarnya. “Yang penting bukan siapa lebih tinggi kariernya, tapi apakah keduanya bisa mengambil peran dan berjalan beriringan.”
Bagi Dr. Dzinnun, keberhasilan relasi bukan ditentukan oleh posisi atau pencapaian satu pihak atas pihak lain, melainkan oleh kemampuan saling memahami, saling menghargai, dan saling mendukung dalam mengelola kehidupan bersama.
Dr. Dzinnun juga menyinggung tekanan budaya produktivitas yang kerap dialamatkan kepada perempuan modern. Ia menilai bahwa narasi seperti “perempuan harus lebih sukses, lebih sempurna, lebih aktif” justru bisa menjadi jebakan.
“Menjadi cukup itu adalah kemenangan sejati seorang perempuan,” ujarnya. “Ketika perempuan bisa menerima dirinya, menyadari kapasitasnya, dan selesai dengan dirinya sendiri, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi yang matang.”
Namun, pencapaian itu tidak mungkin terjadi tanpa dukungan sistem dari pasangan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya supporting system dalam rumah tangga agar perempuan bisa berkembang dan berdaya, tanpa harus kehilangan dirinya.
“Pasangan yang saling support akan membentuk rumah tangga yang kokoh. Kebermanfaatannya akan meluas, tidak hanya di dalam rumah tapi juga di masyarakat,” tambahnya.
Menutup sesi diskusi, Dr. Dzinnun memberikan apresiasi mendalam kepada seluruh perempuan yang telah dengan tulus menjalani peran dan amanah yang diembannya. Ia menyebut banyaknya pengorbanan perempuan yang tidak terlihat dan tidak diungkapkan, menjadi bukti betapa besar kontribusi mereka dalam kehidupan sehari-hari.
“Ketika laki-laki masih terlelap, sering kali perempuan sudah bangun lebih dulu, memastikan semua berjalan baik. Mereka berjuang dalam diam. Maka tugas kita adalah menghormati mereka, apapun pilihan hidup yang mereka ambil,” tutupnya.
Simak tayangan lengkap “Bincang-Bincang Wanita Karir” bersama Dr. Luthfi Ulfa Ni’amah di kanal YouTube SATU TV.
Suluk.id merawat Islam Ramah serta mengajak beragama yang menggembirakan